Thursday, July 8, 2010

Selamat Ulang Tahun


Setiap menit. 
Bukan.  Seharusnya setiap detik.  Sasha selalu memalingkan kepalanya ke arah pintu, baik ada orang yang berjalan masuk ataupun tidak.  Dan dalam setiap detik itu, ketika matanya tidak dapat menemukan orang yang sedang ditunggunya, rasa kecewa kembali terpancar dari kedua bola matanya yang bening.  Namun, rasa itu tidak dapat dia tunjukkan pada teman-teman yang sedang mengelilinginya.

Mereka tertawa dengan bahagianya.  Saling bertukar cerita tentang pacar masing-masing.  Kegiatan yang sedang mereka lakukan belakangan ini hingga beberapa gossip tidak penting tentang orang lain.  Beberapa kali Sasha memperlihatkan tawa palsunya.  Tawa yang sudah dilatihnya beberapa bulan belakangan ini.

“Bagaimana dengan tunanganmu, Sha?” Denisa, salah seorang teman SMA Sasha bertanya.

“Kami belum bertunangan.” Jawaban itu dilontarkan Sasha dengan gerakan mata kembali memperhatikan arah pintu masuk.

“Segera minta tunangan secepatnya.  Alex itu cowoknya baik, royal, tajir lagi.  Jika tidak segera diikat, ntal kamu yang menyesal.” kelompok teman Sasha kembali heboh dengan sendirinya.

 Setiap orang dari mereka tidak mau ketinggallan andil dalam memberikan Sasha ceramah pendek.  Dan setiap perkataan yang didengarnya, hanya disambutnya dengan seulas senyuman tipis.
Sasha bersyukur sekali, saat Alex menyelamatkannya dari perbincangan yang sama sekali tidak ingin didengarnya itu.  Tunangannya mengajak dia dan temannya yang lain untuk berpindah ke ruang tengah, dimana acara utama akan dilaksanakan disana.

Dalam waktu lima menit, pesta akan segera dimulai. Para tamu undangan sudah terlihat  meramaikan ruangan tengah sebuah café yang berada di sudut jalan, tempat pesta itu dilangsungkan.  Beberapa dari mereka terlihat lebih anggun dari pada penampilan keseharian mereka.  Ada yang sengaja menata rambutnya di salon, ada juga yang membeli gaun baru.  Begitu juga para undangan pria.  Mereka tidak mau ketinggalan.  Penampilan mereka terlihat keren dengan kemeja ataupun kaos yang dilapisi jas di bagian luarnya.

Tiba-tiba, lampu dimatikan.  Beberapa teman-teman Sasha membawakan sebuah cake yang dihiasi lilin diatasnya dari arah dapur.  Dengan serentak, semua orang yang berada di ruangan tengah itu menyanyikan lagu ulang tahun.  Bahkan ada yang sengaja menyiapkan confetti untuk meramaikan suasana.

“Make a wish, Sha.” seru Alex yang sedang berdiri di sampingnya, membersihkan sisa confetti yang melekat di rambutnya.

Sasha menutup kedua matanya.  Tidak perlu waktu lama untuk memikirkan harapan apa yang ingin dimintanya.  Karena selama beberapa bulan belakangan ini, harapannya hanya satu.

Aku ingin bertemu dengannya.

Begitu harapan dipanjatkan, Sasha segera membuka kembali kedua matanya dan meniup lima buah lilin yang berada di depannya.  Riuh tepuk tangan menggema memenuhi ruangan seluruh bagian café.
Lalu, seperti biasanya.  Saat acara utama selesai dilaksanakan.  Perhatian para tamu undangan akan terfokus pada hidangan buffet yang disajikan di sebelah kanan ruangan.  Sasha tertawa ringan saat melihat Denisa mengisi piring yang dipegangnya hingga tidak menyisakan seinchi tempat kosong.

“Mau minum, Sha?  Biar kuambilkan.” tanya Alex dengan senyuman hangatnya.

“Baiklah” Sasha membalas senyuman itu, sementara tanpa sengaja pandangannya ditujukan pada arah pintu masuk.  Saat tidak melihat ada orang disana, dia kembali menundukkan kepalanya dan menghadap ke arah teman-temannya.

Pada saat itu juga, seseorang berjalan masuk.  Dalam keadaan basah karna hujan, seseorang itu melayangkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan.  Gerak-geriknya cukup jelas untuk mengatakan bahwa dia sedang mencari seseorang.

Pandangannya itu berhenti di satu titik.  Dimana Sasha sedang berdiri dan tertawa lepas dengan beberapa lelucon temannya.  Saat menyadari ada seseorang sedang memperhatikannya, Sasha memalingkan kepalanya dan matanya tertuju pada seseorang yang sedang berdiri tidak jauh dari arah pintu masuk.

Sasha tidak pernah menyangka bahwa harapannya akan dikabulkan secepat ini.  Dengan keadaan berada dalam posisi percaya dan tidak percaya, dia melangkahkan kakinya menuju arah seseorang itu.  Hanya dengan sentuhan, dia baru bisa membuktikan bahwa seseorang yang sedang berdiri disana nyata, bukan ilusi sesaatnya.

“Sha, ini minumanmu.” Alex menghentikannya langkahnya dengan rangkulan lembut di pinggang.

Saat seseorang itu melihat rangkulan yang diterima Sasha dari Alex, tanpa pikir panjang, seeorang itu berbalik dan meninggalkan pesta.  Kelihatannya dia sudah melakukan kesalahan besar dengan menginjakkan kakinya di pesta Sasha.

“Lex, seperti aku melihat temanku di luar sana. Kau tidak keberatan kan aku keluar sebentar?” dengan tergesa-gesa Sasha bertanya.  Dia takut seseorang itu akan kembali menghilang seperti kejadian di masa lalu.

“Tentu saja tidak.  Kau bisa mengajaknya bergabung dengan kita disini.”

“Baiklah.” tanpa bicara panjang lebar, Sasha menyerahkan kembali gelas minuman yang baru saja diterimanya dari Alex.

Dia segera berlari keluar dari café dan mencari seseorang itu.  Perlahan, seluruh bagian tubuhnya basah akibat hujan yang sedang turun.  Sambil menyeka air hujan dari wajahnya, Sasha berdiri seperti orang kebingungan.  Karna, tidak ada seorang pun yang terlihat di sepanjang jalan.

Seketika itu juga, badannya lemas dan air mata yang sedang ditahannya sedari tadi mengalir keluar, berbaur dengan air hujan.  Dengan langkah gontai, dia menghela nafas panjang dan berjalan kembali menuju café.

Saat tangan kirinya meraih gagang pintu masuk café, Sasha merasakan seseorang menarik pergelangan tangan kanannya dan memutar tubuhnya hingga seratus delapan puluh derajat.
Dalam sekali putaran itu, kini Sasha berdiri berhadapan dengan seseorang yang sangat ingin ditemuinya.  Matanya tidak berkedip sedetik pun. 

“Kau terlihat bahagia.” seseorang itu memulai, “Sebenarnya, aku hanya ingin melihatmu dari jauh, mencari tahu bagaimana keadaanmu lalu pergi.  Tapi, aku tidak sanggup.  Lalu aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku hanya akan masuk kedalam café itu melihatmu untuk yang terakhir kalinya dan pergi seakan aku tidak pernah ada disana.  Dan saat aku melihatnya merangkulmu.  Aku merasa aku orang paling bodoh sedunia.  Mengkhawatirkanmu terlalu berlebihan padahal sebenarnya itu tidak perlu.”

“Cent, aku….” Sasha berniat untuk menjelaskan keadaan bahwa dia sama sekali tidak bahagia.  Karna kebahagiaannya hanya satu yaitu bersama dengan orang yang sedang berdiri di hadapannya, Vincent.

“Bisakah kau membiarkanku menyelesaikannya?’ Vincent memohon, “Dulu, aku pernah berjanji padamu bahwa aku akan mengajakmu berdansa saat ulang tahunmu.  Jadi..” Vincent menjulurkan tangan kirinya, “bersediakah kau berdansa denganku?”

Sasha hanya mampu mengangguk.  Dengan perlahan, dia bisa merasakan tangan Vincet yang merangkul pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka berdua.  Lalu, dengan ritme rintikan hujan, mereka berdansa seakan mereka sedang berada di sebuah ballroom dansa yang besar dengan lampu yang hanya disorotkan pada mereka berdua.

“Selamat ulang tahun, Sha.  Aku doakan kau bahagia untuk selamanya.”

Kali ini, Sasha memberanikan dirinya untuk mengutarakan isi hatinya, “Kata bahagia itu tidak akan pernah ada untukku jika kau tidak berada di sampingku.  Kau tahu dengan pasti bahwa saat kau melihatku tertawa lebar disana bukan karna aku bahagia.  Kau juga tahu dengan pasti saat Alex merangkulku, bukan tangan dia yang aku harapkan.  Kau tahu semuanya dengan pasti.”

Vincent mempererat rangkulannya dan berhenti menggerakkan kakinya ke depan dan ke belakang, “Hanya satu hal yang aku tahu dengan pasti.  Kita tidak mungkin bisa bersama.  Berbahagialah demi aku.  Karna di saat kau merasa bahagia, dia saat itu juga aku akan merasakan hal yang sama.”

Tidak ada kata yang mampu Sasha ucapkan lagi.  Keputusan telah diambil dan tidak ada yang dapat mengubahnya.  Dia mempererat pelukannya pada Vincent.  Karna mungkin ini terakhir kalinya mereka bertemu.


0 comments:

Post a Comment