Tuesday, September 15, 2009

White Lies

Angie menemukan dirinya sendiri terlihat anggun dalam balutan gaun kemben putih dalam sebuah cermin panjang yang berada di samping kamar mandinya.
Dia membubuhkan sedikit make-up minimalize ke wajahnya yang putih dan mengoleskan sedikit lip-gloss pink nude ke bibirnya.
Merasa dirinya sudah rapi dan siap, dia menginjakkan kakinya keluar dari kamarnya.
Hari ini Angie dan Joe akan menghadiri pesta perkawinan sahabat mereka, Edward dan Bella.
Sedari lima belas menit yang lalu, Joe sudah tiba di depan rumah Angie, tapi gadis itu menyuruhnya menunggu karna dia belum siap berpakaian dan make up.
Begitu melihat Angie keluar dari rumah, Joe yang terlihat sedang cemberut sudah tidak dapat menahan omelannya lagi.
"Loe ini lama banget? Dandan ampe gimana pun, kalo uda jeleq ya jeleq. Bikin gue na nunggu gitu lama." Joe membukakan pintu mobil selayaknya seorang gentleman
"Hoee....kan gue nyuruh jemputnya jam 12 keatas bukannya jam 11 keatas. Salah sapa coba?? Lagian loe itu buta ya? Gue, cewek paling cute ini masa dibilang jelek? Pengen gue tonjok?"
"Nah...keluar kan sifat asli loe itu. Tampang emang innocent, feminim, tapi kelakuan, beh...macam preman aja. Jujur dee ama gue. Loe sebenarnya cowok apa cewek sih?"
"Joee........." Angie memasang muka beteq sebeteq beteq na.
"Uda. Uda. Cepetan naek. Uda mau dimulai nih acara na."

Dengan kecepatan Joe yang mengemudi ala Initial D, dalam kurun waktu 20 menit, mereka sudah tiba di tempat acara dilangsungkan.
Dari lapangan parkir saja, sudah terlihat kemegahan dari acara perkawinan yang akan dilaksanakan sebentar lagi.
Tamu-tamu sudah berdatangan memenuhi garden party para mempelai.
Di tengah-tengah taman terdapat sebuah air mancur yang bertulisan nama mempelai laki-laki dan wanita.
Angie berjalan sambil menggandeng lengan Joe memasuki perkarangan taman.
Tampak kedua penyambut tamu yang berbalut gaun hijau muda dengan bando yang terbuat dari daun menyambut mereka berdua.
Dengan santai sambil bercanda, mereka berdua mencari tempat duduk yang nyaman, dan tidak berapa lama kemudian, terdengar suara sang pembawa acara yang mempersilahkan sang mempelai wanita memasuki taman.
Bella terlihat sangat sangat cantik dengan gaun pengantinnya yang berpotongan rendah serta cagar mini yang menutupi rambutnya yang tergerai panjang nan indah. Setidaknya itulah pendapat Angie dalam hati. Diam-diam dia mengagumi Bella yang sedang berjalan lambat ditemani papanya menuju ke altar perkawinan.
Di depan altar, Edward telah menunggu dengan senyumannya yang khas.
Upacara perkawinan berlangsung dengan tenang dan khidmat. Dengan lancarnya, kedua mempelai tersebut mengucapkan janji setia mereka sebagai sepasang suami istri yang akan menempuh hidup baru.
Dan disaat Edward menjawab, "I do", Angie dan Joe bertepuk tangan dengan kerasnya yang kemudian diikuti para undangan yang lain.
Joe melanjutkan, "Kiss the bride." dengan lantangnya disusul dengan siulan nakal
Edward dan Bella masih terlihat malu-malu saat diminta untuk berciuman, tapi beberapa detik kemudian, mereka berciuman dan Joe bersiul dengan lebih keras lagi diiringi suara background tepuk tangan riuh dari para penonton.

"Terima kasih ya, sudah datang hari ini. Gue tahu kalian berdua ini orang yang super sibuk." seru Edward
"Loe itu sahabat kami berdua. Masa kami ga mau menghadiri pernikahan loe." timpal Joe
Lalu mereka bertiga tertawa bersama dan beberapa kali mereka membicarakan kejadian-kejadian konyol semasa masa SMA mereka.
Beberapa saat kemudian, Joe permisi untuk menyapa teman-teman yang lain. Kini tinggal Edward dan Angie berdua disana.
"Gue ga pernah nyangka bakalan menikah dengan Bella. Semua ini berkat loe. Thanks ya, Gie."
"Apaan sih?"
"Ya, loe tau kan. Dari dulu gue ini cuma suka loe seorang aja. Ga pernah ada cewek lain di hati gue. Gue menunggu loe dengan tidak pastinya dan berharap suatu saat nanti loe bisa berdiri di samping gue dan dengan bangganya kuteriakkan pada dunia bahwa loe ini pacar gue. Sayang, harapan gue itu tidak pernah kesampaian, tapi gue uda merasa cukup puas saat tahu loe pernah punya perasaan ke gue. Setidaknya penantian gue yang bertahun-tahun itu tidak sia-sia. Gue mendapat jawaban atas doa gue. Gue pernah ada di hatimu dan itu benar-benar uda lebih dari cukup. Gie, terima kasih sudah menjadi bagian terpenting dalam hidup gue. Loe cinta pertama gue dan jujur aja,selama gue dengan Bella, kadang gue masih bisa mengingatmu, tapi loe selalu menyemangati gue untuk tidak pernah melukai Bella karna dia seorang gadis yang sangat baik dan mencintai gue apa adanya. Terima kasih sudah memberikan hadiah yang begitu berharga ke gue. Untuk seterusnya, gue akan menjaga Bella seumur hidupku. Dan untuk selamanya loe akan tetap jadi bagian dari hati gue."
Angie hanya tersenyum dengan kecut dan mengangguk-angguk kepalanya, sebagai tanda dia speechless setelah mendengar semua perkataan Edward yang begitu mengena di hatinya.
"Lagi bicaraan apaan?? Jangan-jangan cinta lama bersemi kembali ya, Ed?" goda Joe yang baru datang sambil memegang dua gelas minuman yang segelasnya lagi diberikan kepada Angie.
"Apaan sih?" Angie meninju bahu Joe dengan ringan
Joe hanya tersenyum sambil meneguk minumannya.
"Jadi, kalian berdua ini rencananya mau jomblo sampe kapan? Kalian ini uda 27 tahun. Sudah saatnya memikirkan untuk berkeluarga." Edward memasukkan kedua tangannya ke dalam kantongnya
"Gue masi pengen jomblo. Slama ini belum ketemu cewek yang bisa ngertiin gue. Baru jalan ga ampe 3 bulan uda putus. Dan ampe hari ini label 'Playboy' masih melekat erat di pandangan orang tentang gue." jawab Joe dengan entengnya
"Sama. Gue belum nemuin bule yang gue idamkan. Loe berdua tahu kan. Gue pengen banget kawin ama bule, atau setidaknya orang Korea juga boleh."
"Jangan ngarep dee. Muka pas-pas an begini masih milih lagi. Pengen bule lah. Korea lah. Gue aja ga mau sama loe, apalagi mereka." canda Joe
"Sialan loe." Angie menjotos lengan Joe dengan setengah kekuatannya sehingga cowok itu meringgis kesakitan

Acara perkawinan Edward dan Bella berakhir pada sore hari. Sebelum Angie dan Joe pulang, mereka mengucapkan selamat menempuh hidup baru sekali lagi kepada sahabat mereka yang akan menempuh hidup baru.
Jarak antara tempat acara dan lapangan parkir cukup jauh dan memerlukan waktu sekitar 5-8 menit. Joe berjalan duluan dan Angie menyusul dari belakang. Angie menatap keatas langit senja yang menhasilkan perpaduan warna antara jingga, kuning dan merah dengan sempurna.
Dia mengingat kembali kejadian 7 tahun yang lalu.

Masih segar di ingatannya, disaat Joe mengatakan padanya bahwa Edward menyukainya. Joe selalu menyuruhnya untuk mempertimbangkan perasaan Edward kepadanya, tapi Angie selalu menolak dan menjawab, "Dia tidak akan pernah menyukai Edward."
Dan setahun kemudian, Edward belajar keluar negeri, disana dia berkenalan dengan Bella. Kedekatan Edward dan Bella yang semakin lama semakin dekat membuat Angie sempat cemburu. Rasa cemburu itu timbul bukan karena Angie menyukai Edward, tapi semua itu semata-mata karna Angie tidak pernah suka orang yang berada disekitarnya meninggalkan dia.
Berkali-kali Joe berpacaran dengan cewek lain dan kemudian putus. Berkali-kali juga Angie merasa kehilangan Joe hingga akhirnya dia merasa kebal terhadap rasa kehilangannya pada Joe. Dia selalu merasa Joe akan tetap kembali ke sisinya, tapi hal ini tentu saja beda dengan situasi Edward.
Selama ini Edward tidak pernah meninggalkannya, baik disaat Angie menyukai orang lain maupun menolak keberadaannya. Dan dia yakin jika Edward melepaskannya, dia tidak akan pernah kembali lagi seperti Joe.
Rasa keegoisan Angie membuatnya salah menerjemahkan perasaannya kepada Edward, dia mengira dia menyukai Edward. Sehingga dia membuat pernyataan bahwa dia pernah menyukai Edward dan dia merasa sangat sedih dan kehilangan akan diri Edward.
Tetapi selang dua hari kemudian, Angie bahkan tidak merasakan rasa sedih ataupun kehilangan itu lagi. Dia mulai merasa nyaman dengan keberadaan Edward dan Bella yang sudah menuju tahap yang lebih jauh.
Dia berpikir keras dan menyadari bahwa rasa sedihnya akan kehilangan Edward bukan karna dia menyukai Edward. Rasa suka itu pernah menghampirinya di saat pertama kali dia bekenalan dengan Edward, tapi bukan rasa suka sebagaimana mestinya perasaan suka seorang wanita ke laki-laki, tapi perasaan suka terhadap sesama teman.
Dari pertama kali hingga sekarang, Angie tidak pernah menyukainya lebih dari perasaan suka seorang teman yang selalu menemaninya disaat dia sedih dan mendapat masalah.
Dan kebohongan inilah yang dia simpan selama 7 tahun ini tanpa diketahui siapapun, tidak oleh sahabat dekatnya, Joe maupun Edward.
Dia selalu merasa bersalah setiap kali Edward mengatakan betapa bahagianya dia bahwa Angie, wanita yang dicintainya, pernah memiliki perasaan terhadapnya. Angie tidak sanggup merenggut kebahagian itu dari Edward.
Sudah terlalu banyak yang dikorbankan Edward untuknya selama ini dan jika satu kebohongan itu bisa membahagiakan Edward, dia rela untuk menjadikan kebohongan itu menjadi kenyataan di depan mata Edward.

Joe melambaikan tangannya menyuruh Angie berjalan lebih cepat. Angie tersenyum lebar dan berlari kearah Joe. Dirangkulnya lengan Joe dengan erat seraya menghirup udara sore yang segar.
"Lambat amet?? Gue uda pengen cepat-cepat pulang. Kerjaan gue masih banyak, ga kayak loe yang bisa molor sampai siang."
Angie tidak menjawab dan hanya cengegesan di depan Joe.
Dalam hati dia berkata, "
Sebenarnya sejak SMA sampai detik ini, orang yang tidak sanggup kuhapuskan dari hatiku adalah kamu, Joe. Aku menyukai kamu dari dulu hingga sekarang. Hanya saja kamu tidak pernah menyadarinya. Disaat aku mempunyai masalah, orang pertama yang kuingat adalah kamu. Disaat kamu mendapat masalah, aku jugalah orang pertama yang kuatir dan menanyakan keadaanmu. Aku pernah berniat mengungkapkan perasaan ini padamu, tapi aku takut hubungan kita yang baru akan menghancurkan persahabatan kita ini. Aku takut jika kamu pergi lagi, kamu tidak akan pernah kembali lagi kesisiku. Aku takut tidak akan bisa terus bermanjaan lagi denganmu. Aku takut kamu tidak akan pernah bercerita tentang pacar-pacar barumu lagi. Aku takut kita tidak bisa sedekat ini lagi. Untuk itulah aku bersedia untuk menciptakan satu kebohongan lagi tentang aku hanya menyukaimu sebatas teman. Aku lebih memilih persahabatan yang abadi ini daripada harus kehilangan dirimu. Karena aku sudah memahami arti cinta sebenarnya. Cinta tidak harus saling memiliki. Cinta tidak harus saling mengetahui. Semua sudah cukup jika cinta bisa hidup dihati dan tidak akan pernah mati."

P.S : Makasih banget buat ketiga tokoh dalam cerita gue kali ini yang secara tidak sengaja gue pertemukan dalam cerita gue ini. Cerita ini murni dari inspirasi dan imajinasi gue yang super duper tinggi.hohohoho... Happy reading.

0 comments:

Post a Comment