Wednesday, May 12, 2010

Bintang Jatuh, Part I


Langit di luar sana masih tampak gelap.  Jalanan masih sepi.  Dan kebanyakkan orang masih meringkuk, memeluk kehangatan dengan selimut masing-masing.
Fiona menatap layar laptopnya dengan tatapan yang sama selama kurang lebih satu jam.  Sudah hampir dua minggu ini, setiap malam, dia selalu duduk di depan layar laptopnya.  Mengakses msn, yahoo messenger dan membuka emailnya. 
Namun, tidak ada pesan yang dikirim untuknya.  Yang ada palingan hanya email tidak penting.  Sedangkan yang selalu memanggilnya untuk chatting bersama pun hanya beberapa teman lama yang sudah hampir kehilangan kontak.
Bukan mereka.  Fiona sedang menunggu satu orang untuk memanggilnya lewat chatting, atau sekedar mengirimkannya email.  Tapi, orang tersebut seakan lenyap ditelan bumi.  Tidak ada kabar.
Fiona menghela nafas dengan kecewa.  Ditatapnya jam dinding yang terletak tepat diatas kepalanya.  Sudah pukul dua dini hari.  Mengapa rasa kantuk masih enggan menghampiri dirinya?  Jika saja dia bisa terlelap secepatnya.  Mungkin rasa sesak dihati ini akan berkurang sedikit.
Dengan perlahan, Fiona bangkit dari tempat duduknya, menuju balkon kamarnya yang masih terbuka dengan lebat.  Angin malam memang paling sejuk.  Dengan malu-malu, mereka menyapu wajah dan rambutnya sebahunya yang tergerai.
Hari ini, tidak ada bintang yang bertaburan menghiasi langit gelap.  Seakan mengerti perasaan langit, Fiona berkata pada dirinya sendiri, “Apakah kau juga kesepian langit?  Dimana bintang yang selalu menemanimu?”
Setelah memikirkan sesuatu, atau tepatnya seseorang, dia kembali mengangkat kepalanya dan melanjutkan, “Kurasa kita senasib malam ini.  Atau mungkin nasibku lebih malang dari nasibmu.  Kau hanya kehilangan bintangmu malam ini.  Sedangkan aku sudah kehilangan bintangku untuk selamanya.”
Angin malam yang berhembus semakin lama semakin dingin.  Sampai Fiona harus merapatkan kedua tangannya merangkul badannya sendiri.  Sepertinya itulah jawaban dari langit atas pertanyaannya.
Disaat sedang menatap yang kegelapan sang langit.  Tiba-tiba dia teringat pada seseorang.  Ya.  Seseorang yang hampir seminggu ini terus meracuni pikirannya.  Membuatnya tidak nafsu makan dan minum.  Tidak dapat menutup mata dan terlelap dalam tidur.
Seseorang yang kalau boleh dibilang telah memadamkan sebagian cahaya kebahagiannya.  Dan seseorang itu jugalah yang telah mengambil pergi senyumannya.
Untuk sejenak, dia melorotkan badannya ke lantai.  Sambil memeluk kedua lututnya, dia menenggelamkan kepalanya ke dalam kedua lututmya.  Sejenak kemudian, dia mendongakkan kepalanya kembali.
Kali ini, pikirannya disibukkan oleh kenangan akan perkataan seseorang tersebut.  Dan waktu sepertinya kembali berputar ke hari itu.
  
“Konon katanya, jika langit tidak berbintang, maka kemungkinan bintang jatuh sangatlah besar.  Dan jika ada bintang jatuh, kau tahu apa artinya?” seseorang itu bertanya.
Fiona menggelengkan kepalanya.
“Kau harus berdoa dan memohon.  Karna permohonan yang dibuat saat bintang jatuh akan terkabul.”
“Apakah itu benar?  Atau kau sedang berbohong padaku?”
“Aku serius kali ini.  Jika kau tidak percaya.  Kau bisa membuktikannya.  Lihat.  Langit hari ini tidak berbintang.  Mari kita tunggu bersama bintang jatuhnya.  Bagaimana?”
Fiona mengangguk kepalanya dengan cepat.  Seulas senyuman lebar menghiasi wajahnya.  Hari itu, dia bertengkar dengan kedua orang tuanya.  Hampir selama empat jam dia menangis. 
Matanya masih sembab dan bengkak sebagai hasil dari siksaan yang baru dialaminya.  Dan karna kehadiran seseorang itu, maka untuk pertama kalinya, dia bisa tersenyum dengan bahagia.
“Kadang aku merasa kau adalah bintangku.” seseorang itu menolehkan kepalanya menghadap ke arah Fiona yang sedang berdiri di sampingnya, “Kau selalu ada disaat aku sedang susah dan sedih.  Kurasa kaulah bintang yang menerangi hidupku.  Entah bagaimana rasanya jika suatu hari kau tidak bersamaku lagi.”
“Apa yang akan kau lakukan jika aku tidak ada?” pertanyaan spontan terlontarkan.
Fiona membisu sejenak.  Otaknya sibuk berpikir.
“Mungkin aku.....aku akan merasa kehilangan.” Fiona segera memalingkan wajahnya dan memicingkan matanya, “ Tapi, kau tidak berencana untuk meninggalkan aku kan?”
Seseorang itu tersenyum lembut, lalu mengacak-acak rambut Fiona dan berkata, “Tenang saja.  Selamanya aku akan ada di sampingmu.  Aku tidak akan pergi walaupun kau menyuruhku pergi.  Karna bagiku.  Kau adalah……”
Belum sempat seseorang itu mengakhiri perkataannya, Fiona memotong, “Lihat!  Lihat!  Ada bintang jatuh.  Ayo cepat make a wish.”
Dengan gembira, mereka menutup mata dan membuat permohonan dalam hati masing-masing.  Beberapa menit kemudian, Fiona membuka matanya terlebih dahulu.  Dia segera memalingkan wajahnya ke samping dan tersenyum dengan bahagia.
“Apa yang kau minta?” seseorang itu bertanya.
“Aku meminta supaya kau selamanya menjadi bintangku dan sahabat terbaikku.  Tidak akan pernah meninggalkan aku.”
Seketika itu, senyum lembutnya langsung sirna.  Ada perasaan kecewa yang timbul dalam hati seseorang tersebut saat mendengar Fiona mengatakan bahwa dirinya hanya sebatas sahabat terbaiknya. 
Dia berharap cewek yang sedang duduk di sampingnya ini bisa menganggapnya lebih dari sebatas sahabat.  Apa mungkin selama ini perbuatan masih tidak cukup untuk menunjukkan perhatiannya yang lebih dan perasaan dari dalam lubuk hatinya? 
Belum puas dengan jawabannya sendiri, Fiona balas bertanya,” Dan kau?  Apa yang kau minta?”
Seseorang itu menggelengkan kepalanya.  Menunjukkan mimik wajah bahwa dia enggan berbagi permohonan yang dibuatnya, “Ini rahasia.  Suatu hari aku akan memberitahukannya padamu.”
“Kenapa tidak sekarang saja?  Ayolah.” rengek Fiona, “Aku penasaran dengan apa yang kau mohonkan.”
“Sekarang belum waktunya.”
Fiona memutar kedua bola matanya dan pura-pura ngambek, “Baiklah.  Aku tidak akan bertanya lagi.  Kau bukan sahabat terbaikku lagi.”
“Hahahaha….”  Seseorang itu tertawa dengan kerasnya.  \
Sikap inilah yang membuat perasaan yang tumbuh dihatinya, semakin hari semakin kuat  Tawaan inilah yang selalu menghiasi hari-harinya.  Bagaimana mungkin dia bisa hidup sehari tanpa melihat wajah Fiona yang akan merona merah setiap kali dia tertawa.
Dengan gemas seseorang itu mencubit kedua pipi gadis itu dan merangkulkan sebelah lengannya.

Fiona tersadar dari lamunan.  Tanpa sadar, dia bergumam dalam hatinya, “Aku merindukanmu.  Aku sungguh sangat merindukanmu, Arif.”

***
( to be continued )

0 comments:

Post a Comment