Wednesday, December 23, 2009

Mama

Telepon yang berada di sudut meja-berwarna putih-berdering untuk kesekian kalinya.  Tidak ada yang menjawab.  Sang penelepon kelihatan sangatlah bersabar berharap akan ada seseorang yang menjawab panggilan itu.

Telepon itu berdering.  Sekali.  Dua kali.  Tiga kali.

Lalu berhenti sebentar.  Hening.  Kemudian deringan telepon kembali terdengar.
Kali ini sang penelepon menunggu nada panggilan lebih lama.  Di setiap panggilannya, selalu tersirat harapan bahwa akan ada yang menerima panggilan tersebut.  Waktunya sudah tidak banyak.  Namun, pada akhirnya yang terdengar hanyalah suara voicemail.

“Hello.  Ini Jean.  Sekarang saya sedang meeting.  Kalau ada masalah yagn penting silakan tinggalkan pesan.”
Setiap kali sang penelepon melakukan panggilan, hanya jawaban ini yang diterimanya.  Setelah menghela nafas beberapa kali, sang penelepon akhirnya menyerah.  Mungkin lebih baik meninggalkan pesan daripada tidak ada pesan sama sekali.

“Nona Jean.  Ini suster Shila, yang mengurus ibu anda di panti jompo.  Keadaan ibu anda sedang memburuk belakang ini.  Ada baiknya jika anda segera datang kemari dan mengunjungi.  Bukankah sudah lama anda tidak datang mengunjungi ibu anda.  Maafkan kelancangan saya.  Hanya saja saya merasa tidak tega setiap kali ibu anda bertanya kenapa tidak ada yang menjenguknya, sementara teman sekamaranya selalu ramai dikunjungi keluarganya.  Sekian pesan saya.”

Terdengar nada.  Tut…..tut……
Panggilan diputuskan.

Dengan langkah tergesa-gesa, jean keluar dari ruang meeting.  Keduanya bola matanya mendelik geram.  Warna pipinya yang biasanya putih sudah berubah warna menjadi buah tomat yang siap panen.  Sesampainya dia di ruangannya sendiri, dengan kepalan di tangan kanannya, dia memukul meja dengan kuatnya.

“Sialan.  Apa hak mereka menolak proyek yang kuusulkan.”
Barusan, di ruang meeting, proposal proyek pembangunan hotel yang diusulkannya ditolak oleh dewan direksi.  Alasannya, keuntungan yang didapat dari pembangunan hotel itu masih kalah dari proposal proyek yang diusulkan Johan, teman sekantornya.

Jean menghempaskan tubuhnya ke kursi kebesarannya.  Dia merasa otaknya sudah hampir berhamburan keluar.  Maka dia memutuskan untuk mengistirahatkan mata dan pikirannya sejenak.
Tidak lama kemudian, dia kembali membuka matanya.  Dia sudah memutuskan untuk mengambil cuti.

Segera dibereskan dokumen yang berserakan di mejanya dan beranjak keluar.
Sebelum keluar dari ruangannya, dia tidak lupa untuk mematikan ponselnya.  Dia butuh ketenangan selama cutinya.

Dua hari kemudian, Jean kembali ke kantor dengan wajah yang segar.  Sesaat setelah membaca beberapa dokumen yang harus ditandatanganinya, dia kembali menghidupkan ponselnya.  Dia sudah menyangka bahwa pasti banyak pesan yang terdapat di inboxnya, sehabis cutinya.   Misalnya dari pacarnya, Dimas, yang khawatir dengan hilangnya dia selama dua hari ini.  

Teman baikknya Sonia, yang sibuk mengajaknya makan siang bersama.  Pak Johan, Kepala Manager yang marah besar disebabkan oleh surat cuti mendadak dari dirinya.   Namun, yang tidak disangkanya adalah pesan dari suster Shila.

Maka pesan pertama yang didengarnya adalah pesan tersebut.
Selesai mendengar pesan yang disampaikan suster Shila, Jean segera berangkat ke panti jompo untuk menemui mamanya.

Ya.  Sudah lama dia tidak mengunjungi wanita yang sangat disayanginya itu.  Sudah hampir dua tahun tepatnya.  Semenjak dia naik jabatan menjadi manager di perusahan tempat dia bekerja, Jean sudah hampir tidak punya waktu luang untuk dirinya sendiri.

Maka tidak heran, jika dia tidak mempunyai waktu untuk mengunjungi mamanya.  Setiap kali dia berencana menjenguk, pastilah ada saja halangannya.
Kadang Sonia mengajaknya hunting pakaian baru di butik langganan.  Kadang Dimas mengajak ketemuan.  Kadang dia harus bertemu dengan para klien dari perusahaan lain untuk membicarakan proyek yang ditanganinya.

Maka rencana untuk menjenguk mamanya selalu tertunda dan tertunda.


Hanya butuh waktu dua jam bagi Jean untuk mencapai panti jompo tempat mamanya dirawat.  Setelah mendengar pesan suster Shila, dia memutuskan untuk meminta izin pulang lebih cepat dan mengunjungi mamanya.

Awalnya Pak Johan marah besar.  Belum mendengar penjelasan tentang surat cuti yang mendadak, sekarang Jean malah berani minta izin pulang lebih awal.  Tetapi, setelah mendengarkan penjelasan dari bawahannya tersebut, Pak Johan akhirnya mengerti dan mengijinkan Jean.

“Nona Jean.” Panggilan seorang suster dari arah samping

“Suster Anna.” Jean membalas sambil tersenyum

“Sudah lama anda tidak kemari.”

“Iya.  Belakangan ini saya sedang sibuk dengan urusan kantor, makanya tidak bisa datang kemari. “ Jean menunjukkan ekpresi sedihnya lalu kembali melanjutkan, “Tadi saya mendapat pesan dari suster Shila.
Bagaimana keadaan mama?  Apakah dia baik-baik saja?”

Seketika itu juga, wajah suster Anna berubah menjadi pucat.  Dengan terbata-bata, dia mencoba untuk mengatakan apa yang sudah terjadi.

“Keadaan mama anda sedang kritis.  Dua hari yang lalu dia tidak sadarkan diri.  Dan sekarang dia sedang dirawat dikamarnya.  Saya rasa sebaiknya anda cepat menemuinya.   Saya takut waktunya sudah tidak banyak lagi.”

Nafas Jean terenggah-enggah saat mencapai kamar mamanya yang  berada di lantai dua.  Kedua tangannya gemetaran sewaktu memegang pegangan  pintu  tersebut.  Dengan perlahan dia memutar pegangan tersebut dan mendorongnya ke belakang dengan sangat pelan, seakan pintu itu akan roboh jika dibuka dengan sekali dorongan.

Dia mencuri pandangan ke dalam kamar tersebut, sebelum akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam.

“Anda sudah datang.” Sapa suster Shila yang sedang sibuk menyuntikkan cairan ke dalam selang infus mama Jean

“Bagaimana kabar mama?”
Suster Shila menggeleng dengan lemas, “Sebaiknya anda mempergunakan waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya.  Dia sudah menunggu anda.”

Jean mengambil duduk di samping tempat tidur mamanya.  Dielusnya rambut serta wajah mamanya yang terlihat pucat, tua dan tak berseri seperti dulu.

“Mama.  Ini Jean, Ma.” Panggilnya lembut, tidak sanggup untuk tidak menitikkan air matanya

“Ma…..”panggilnya lagi.
Namun wanita tua itu tidak bergerak maupun bersuara.  Dia tetap terbaring kaku dan pucat dengan posisi yang sama.

“Maafkan Jean, Ma.  Selama ini Jean jarang menjenguk mama.”

Tetap tidak ada sahutan dari mamanya.  Dengan pelan dia menyandarkan kepalanya di bahu mamanya.

“Bagaimana kabar mama belakangan ini?  Kalau Jean baik saja , Ma.” Sambil menutup mata, dia melanjutkan, “ Sekarang Jean sudah naik jabatan menjadi manager.  Jean juga sudah mempunyai seorang pacar bernama Dimas.  Dia orangnya baik dan sangat menyayangi Jean.  Kami bertemu setahun yang lalu saat Jean sedang menangani proyek pembangunan di Kalimantan.  Mama pasti penasaran dengan Dimas kan?  Lain kali Jean perkenalkan ke mama ya.”

Lalu dia berhenti berkata.  Suasana menjadi sangat hening dan tenang.  Dengan waktu yang tersisa, dia berusaha untuk merekan semua kenangan akan dirinya dan mamanya di saat-saat terakhir.  Dia memiliki firasat, jika dia berjalan keluar dari kamar ini, maka kemungkinan besar, dia tidak akan bisa bertemu dengan mamanya lagi.

Dihapusnya air mata yang sedang mengalir deras di kedua pipinya.  Lalu dia mendekatkan dirinya dan mencium kedua pipi mamanya.  Dipeluknya mamanya dengan erat, seakan itulah pelukan terakhirnya.

“Aku sayang mama.”  bisiknya di dekat telinga mamanya

Seiring dengan keluarnya Jean dari kamar tersebut, bersamaan dengan itu juga, dengan perlahan air mata jatuh dari samping mata mamanya .

Tanggal 22 Desember.  Disaat seluruh dunia sedang merayakan hari ibu dengan mama masing-masing.  Sebaliknya, Jean harus merayakan hari kematian mamanya.

Satu jam setelah dia meninggalkan panti jompo, mamanya pun menghembuskan nafas terakhirnya.  Semua suster yang bekerja dip anti jompo tersebut datang melayat.  Beberapa dari mereka yang lebih dekat dengan mama Jean, datang dengan mama yang membengkak dan merah.  Jean tahu bahwa mereka juga merasa kehilangan seperti rasa kehilangannya yang amat sangat.

Di depan batu nisan mamanya, Jean berdiri berjam-jam.  Menyesali setiap detik waktu yang dia sia-siakan dengan mamanya.  Dia menyesal.
Mengapa dia tidak menghabiskan lebih banyak waktu bersama mamanya.
Mengapa dia tidak mengurus mamanya sendiri.
Mengapa dia bisa menyetujui keinginan mamanya untuk tinggal dip anti jompo.
Pertanyaan –pertanyaan it uterus menggerogoti pikirannya.

“Nona Jean.” Sebuah tepukan ringan di bahu, sempat membuat Jean tersentak

“Ini surat yang nyonya Jilda tulis.  Katanya, jika beliau sudah tidak ada, saya baru boleh menyerahkan surat ini pada anda.”

Masih dengan tangan gemetar dan air mata yang mengalir, Jean mengambil surat itu dari tangan suster Shila.

“Terima kasih.”
Suara serak itu dibalas dengan anggukan kepala.

Jean membuka amplop berwarna putih itu dengan cepat.  Dia ingin tahu apa yang disampaikan mamanya dalam surat tersebut.

Jean, anakku sayang.  Bagaimana kabarmu?  Apakah sehat?  Apakah bahagia?  Mama berharap kamu akan selalu sehat dan bahagia.
Apakah kamu sedang menangis sekarang?  Jangan menangis, anak bodoh.  Mama tidak akan pernah meninggalkanmu.  Hanya saja, sekarang mama akan mengawasimu, menjagamu dari atas sana.  Jika kamu rindu pada mama, kamu cukup melihat keatas, dan kamu akan bisa melihat mama.
Jean anak yang pintar dan penurut kan?  Jangan menangis lagi.  Dengarkan kata mama.  Melihatmu menangis hanya akan membuat mama bertambah sedih.
Mama masih ingat, dulu sewaktu kamu masih kecil, sekeras apapun mama memukulmu, kamu tidak pernah menangis.  Tapi, jika mama berkata mama tidak akan menyayangimu lagi, maka kamu akan menangis dengan kerasnya.
Sungguh lucu, jika mama mengingatnya kembali.
Semalam, mama melihat teman sekamar mama, tante Dian, dikunjungi seluruh keluarganya.  Tante Dian juga memperkenalkan anak dan cucunya pada mama.  
Mama jadi teringat pada dirimu, Jean.  Kapan kamu memiliki pacar?  Kapan kamu akan menikah?  Usiamu sudah tidak mudah lagi.  Mama ingin melihatmu memakai gaun pengantin.  Mama ingin melihat cucu pertama mama.  Hanya saja mama tidak tahu apakah mama bisa bertahan hingga hari itu. 
Kata dokter yang biasa memeriksa mama, mama terkena penyakit Alzameir.  Kata dokter, itu penyakit lupa yang sering diidap orang tua.  Mama jadi takut, bagaimana jika mama tidak bisa mengingat wajahmu lagi?  Bagaimana jika mama tidak bisa mengenalimu lagi?  
Mama harus bagaimana?  Mama sangat takut, Jean.  Sangat takut.  Maka setiap malam,sebelum dan sesudah bangun, mama akan memandangi  foto wajahmu.  Berharap bahwa wajahmu akan selalu mama ingat.  Karna mama sangat menyayangimu, Jean.
Saat menulis surat ini, mama terus bertanya pada diri mama sendiri. “ Apa yang sedang kamu lakukan saat ini, sayang?  Apakah kamu tidak rindu pada mama?  Mengapa kamu tidak pernah datang menjenguk mama?”
 Setiap kali mama menyuruh suster shila meneleponmu, jawaban yang mama terima hanya sibuk dan sibuk.  Apa kamu sesibuk itu, Jean?  Mama hanya ingin mengatakan bahwa mama rindu padamu.  Mama ingin mendengar suaramu.  Mama ingin tahu apakah kamu makan tepat waktu atau tidak.  Apakah kamu cukup tidur apa tidak.  Tapi, tidak apa-apa.
Dengan mengetahui kamu sibuk saja, mama sudah merasa cukup puas.  Itu berarti kamu baik-baik saja.
Mama berharap saat kamu membaca surat ini, saat mama sudah tidak bisa di sampingmu lagi, kamu bisa tetap tegar.  Kamu bisa berjanji pada mama kan?
Mama menyayangimu, Jean.

Wednesday, December 2, 2009

Malaikat Kematian

Aku melihatnya.
Dia yang sangat ditakutkan oleh orang.
Dia yang sangat tidak ingin ditemui oleh orang.
Dia yang sangat dibenci oleh orang.
Disini.  Di rumah sakit ini.  Di kamar ini.  Di tempat tidur ini.  Di mata ini.
Akhirnya.  Aku melihatnya juga.
Akhirnya.  Dia datang untukku. 


Disana.  


Tepat disebelah pintu kamarku.   Dia berdiri.  Dengan memakai jaket  bewarna hitam yang terjuntai hingga menutupi kakinya.   Matanya tertuju  ke dalam ruangan kamarku.  Walaupun ada banyak orang yang sedang mengelilingiku, tapi aku tahu pandangannya hanya tertuju padaku. 
Hanya padaku.  Bukan pada yang lain.
Karna alasan kedatangannya hanyalah demi diriku. 
Dengan perlahan, dia melangkahkan kakinya, memasuki ruangan kamarku.  Langkahnya terdengar tegas dan mantap.


Tap.  Tap.  Tap.  Tap.


Dengan suara langkah kaki seperti itu, dia berjalan hingga dirinya kini berdiri tepat di samping tempat tidurku.  Entah mengapa, tiba-tiba aku merasa takut padanya.  Aku tidak ingin melihatnya.  Aku tidak ingin bertemu dengannya.  Aku ingin dia pergi dari kamarku.
Tapi.  Semua itu tidak mungkin.  Karna dia tidak akan pergi dari sini, sebelum tugasnya dilaksanakan. 


“Kau tahu.  Sekarang sudah waktunya.” Dia menatapku dengan kedua bola matanya yang jernih tapi memberi kesan menakutkan


“Tidak bisakah kau memberiku sedikit waktu lagi?” Aku memohon dengan suara serak yang hampir tidak terdengar


“Maaf, tapi aku tidak bisa.”


“Aku mohon, berilah aku sedikit waktu lagi.  Satu tahun.  Tidak.  Satu bulan.  Tidak.  Satu minggu.  Tidak.  
Satu hari.  Aku mohon.  Berilah aku waktu lagi.”


Aku memohon dengan hati yang tulus, berharap, dia akan mengabulkan permohonanku.


“Kau tahu maksud kedatanganku?”


Aku mengangguk pelan, sambil meneteskan air mata.
“Dan kau tahu bahwa aku tidak akan pergi dari sini sebelum aku menjalankan tugasku.”


Aku kembali mengangguk.


“Jadi, tidak ada gunanya kau memohon padaku, karna sekarang sudah saatnya.”


“Satu jam.  Aku mohon.  Berilah aku waktu satu jam.  Setelah itu, aku akan mendengarkan semua perkataanmu.”


Dia tidak segera menjawab.  Dia memutar bola matanya ke atas dan kebawah sebelum akhirnya dia menjawab, “Baiklah.  Hanya satu jam.  Tidak Lebih.”


“Terima kasih.  Terima kasih.”


Aku terus mengucapkan kata-kata itu berulang kali, hingga aku tidak menyadari bahwa dia sudah kembali ke tempatnya.  


Disana.  Tempat semulanya.  Di samping pintu kamarku.
Dan, dia kembali menatapku dengan tatapan dingin miliknya, seakan ingin memberitahuku bahwa, dia akan berada disana dan menungguku.


Aku mengalihkan pandanganku darinya  ke arah kedua orangtuaku dan keluarga besarku.  Dengan sekuat tenaga, aku berusaha mendudukkan badanku yang sangat lemah ke belakang.  Kedua orangtuaku yang melihat hal itu segera membantuku.


“Apa kau haus?  Apa kau lapar?  Apa kau ingin ke kamar mandi?  Apa kau perlu sesuatu?”
Mereka mengerumuniku dengan pertanyaan yang sama selama sebulan belakangan ini, setiap kali aku mendudukkan badanku.  Biasanya aku akan meminta makan dan minum.  Namun kali ini tidak.  Aku tidak ingin meminta itu semua.


“Aku hanya ingin bicara.”
Semuanya berdiri mendekat ke samping kiri dan kanan tepi ranjangku.  Mereka menunggu akan apa yang hendak aku bicarakan.  Lebih tepatnya, apa yang ingin aku sampaikan.


“Aku……….Aku………”
Mengapa rasanya sangat susah untuk mengucapkan kata itu?  Mengapa rasanya hatiku sedang ikut menangis bersama dengan kedua bola mataku?
Semua yang berada di ruangan kamarku terkejut melihat diriku yang menangis dengan tiba-tiba.


“Ada apa sayang?  Apa yang ingin kau katakan” dengan lembut mama membelai  rambutku 
Aku berusaha mengendalikan perasaan dan emosiku.  Tidak banyak waktu yang tersisa. 


“Aku mencintai kalian semua. “ akhirnya kata itu terucapkan juga, sebelum semuanya membalas, dengan buru-buru, aku kembali melanjutkan, “Aku tahu, waktuku sudah tidak banyak lagi.  Bila……bila suatu saat nanti, aku pergi.  Pergi jauh dan  meninggalkan kalian semua, aku ingin memohon satu hal.  Dan aku berharap kalian bisa mengabulkan permohonan terakhirku.  Bisakah kalian berjanji padaku.”


Ada beberapa dari mereka menganggukkan kepalanya.  Sedangkan yang lain berkata, “Ya” atau, “Baiklah.”
Aku tersenyum lega dan kembali melanjutkan kalimatku yang belum selesai, “Aku ingin kalian mengantarku dengan senyuman, bukan tangisan.”


Kedua orang tuaku ingin memprotes dengan apa yang sedang kubicarakan.  Aku tahu mereka ingin mengatakan bahwa aku akan segera sembuh dan berkumpul dengan semuanya, tapi aku tidak ingin mereka melarikan diri seperti apa yang sedang coba kulakukan sekarang. 


Karna waktuku sudah tidak banyak lagi.


“Kalian sudah berjanji.” Aku menegaskan, sebelum kubiarkan mereka membantuku membaringkan badanku kembali


Dia kembali berjalan ke arahku.  Berdiri di tepi tempat tidurku, diantara kerumunan keluarga besarku.


“Sudah waktunya.  Apa kau sudah siap?” 


Aku menganggukkan kepalaku, “Aku sudah siap.”


“Mari kita pergi sekarang.” Dia menjulurkan tangannya untuk meraih salah satu tanganku dan mengenggamnya dengan erat.


Sudah waktunya.  Aku tidak dapat melarikan diri lagi.  Dia sudah mendapatkan dirinya.  Tidak ada waktu yang tersisa lagi.


Dalam genggaman tangannya yang dingin, aku berjalan mengikuti dirinya yang sedang membimbingku berjalan ke dalam suatu lingkaran lubang hitam.


Sebelum sempat aku melangkah ke dalam lubang itu, aku kembali bertanya, “Bagaimana aku harus memanggilmu?”


Dia berbalik menghadapku, menarik nafas yang panjang dan mengeluarkan sayap-sayapnya yang bewarna hitam.


“Kau bisa memanggilku malaikat kematian.”  

Wednesday, November 25, 2009

Dia itu Bernama Cinta




Dia datang menyergapku,
saat aku sedang lengah.
Menyusup ke dalam relung hatiku.
Memenjarakan hatiku dengan sayap-sayapnya.

Dia datang menghampiriku,
saat aku tidak mengharapkannya.
Menawarkan sejuta rasa dan janji.
Melenakanku dengan kenikmatan sesaat.

Dia datang mengejarku,
saat aku berusaha melepaskan diri.
Menghadangku supaya aku tidak bisa melarikan diri.
Menangkapku jika aku berusaha kabur.

Dia datang mencariku,
saat aku sudah lupa padanya.
Mengingatkanku pada kenangan masa lalu.
Mencoba membawa diriku kembali.

Dia datang melewatiku,
saat aku menutup hati dan pikiranku.
Memanggilku untuk mengijinkannya masuk.
Mencari secercah celah yang ada.
A
Dia itu bernama Cinta.

Thursday, November 5, 2009

Tears for Family

When they smile,
I shed my tears,
tears of happiness.

When they cry,
I shed my tears,
tears of sadness

When they angry,
I shed my tears,
tears of worriess

When they sleep,
I shed my tears,
tears of comfortableness

When they shed their tears,
I shed my tears,
tears of silliness

Tuesday, October 20, 2009

I am NOT happy

I have everything.
I have a warm and lovely family.
I have a bunch of best friends.
I have a smart brain.
I have a good family background.
I have my dreams.
I have a perfect life.

The ONE that I dont have.

I dont owns the happiness.

Thursday, October 15, 2009

Can I ??

I asked to the wind,
Can I touch you??
The wind blows.

I asked to the sun,
Can I meet you??
The sun burns me.

I asked to the moon and stars,
Can I pick you??
The moon smiles and the stars wink.

I asked to the love,
Can I know you??
The love gives me heart broken.

Wednesday, October 14, 2009

Life and Fairy Tales

Life is not a fairy tales.
Wanna know the different??
Fairy tales always have a happy ending.
But life not.

I try my best to get up,
but at the last, I always fallen down again.

Thousand of tears to exchange for one happiness.
It's deserve.

I have cried for thousand times,
but,
where is my happiness??

Tuesday, October 13, 2009

Duniaku

Aku terduduk di samping sebuah jendela besar. Dengan mata sendu, aku menyapu seluruh pemandangan yang terpancar diluar jendela besar itu.
Aku bertanya pada diriku sendiri, "Apa yang kuinginkan?"
Tidak ada jawaban.
Aku kembali bertanya, "Mengapa aku merasa ada yang kurang dalam hidupku?"
Tidak ada jawaban juga.
Kemana harus kucari jawaban itu??
Untuk beberapa hari ini, aku merasa semua yang kulakukan hanyalah sebuah kebohongan belaka.

Sebuah senyuman palsu untuk membahagiakan orang-orang di sekitarku.
Sebuah candaan garing yang kulontarkan.
Sebuah percakapan basi yang diperbincangakan di sela waktu.
Sebuah kebohongan diri.

Ada apa dengan diriku??
Tidak ada yang bisa menjawab.
Sebab tidak ada yang mengenalku sedalam diriku sendiri.
Disaat aku tidak menemukan jawaban atas pertanyaanku, rasanya mustahil bagi orang lain untuk menjawabnya.
Aku memisahkan diri dari semua orang.
Menikmati rasa kesepian dalam kesendirianku.
Ada yang kurang, hatiku terus berbisik pada otakku.

Saat semua orang terlelap pada malam hari.
Aku akan bangun.
Hidup dalam sebuah dunia yang kurangkai sendiri dengan imajinasi yang tidak pernah lekang oleh waktu.
Aku menyukai dunia yang kubuat.
Tapi aku masih tahu jelas yang mana nyata dan fiktif,
walaupun orang sering berkata antara imajinasi dan kenyataan itu hampir tidak ada batas.
Kadang aku menangis tanpa sebab.
Kesal tanpa amarah.
Apa yang terjadi pada diriku.
Duniaku ternyata terlalu rumit untuk diriku sendiri.

Ada saatnya aku memikirkan bagaimana jika aku meninggalkan semuanya??
Tapi aku merasa sayang dan bunuh diri, dosa terbesar dalam agamaku.
Aku ingin bercerita.
Tapi tidak tahu kepada siapa.
Aku ingin seseorang menemaniku.
Tapi tidak ada orang yang tepat.
Harus berapa lama lagi aku hidup dalam dunia ini?
Dunia yang tidak dapat kumegerti.

Tuesday, September 15, 2009

White Lies

Angie menemukan dirinya sendiri terlihat anggun dalam balutan gaun kemben putih dalam sebuah cermin panjang yang berada di samping kamar mandinya.
Dia membubuhkan sedikit make-up minimalize ke wajahnya yang putih dan mengoleskan sedikit lip-gloss pink nude ke bibirnya.
Merasa dirinya sudah rapi dan siap, dia menginjakkan kakinya keluar dari kamarnya.
Hari ini Angie dan Joe akan menghadiri pesta perkawinan sahabat mereka, Edward dan Bella.
Sedari lima belas menit yang lalu, Joe sudah tiba di depan rumah Angie, tapi gadis itu menyuruhnya menunggu karna dia belum siap berpakaian dan make up.
Begitu melihat Angie keluar dari rumah, Joe yang terlihat sedang cemberut sudah tidak dapat menahan omelannya lagi.
"Loe ini lama banget? Dandan ampe gimana pun, kalo uda jeleq ya jeleq. Bikin gue na nunggu gitu lama." Joe membukakan pintu mobil selayaknya seorang gentleman
"Hoee....kan gue nyuruh jemputnya jam 12 keatas bukannya jam 11 keatas. Salah sapa coba?? Lagian loe itu buta ya? Gue, cewek paling cute ini masa dibilang jelek? Pengen gue tonjok?"
"Nah...keluar kan sifat asli loe itu. Tampang emang innocent, feminim, tapi kelakuan, beh...macam preman aja. Jujur dee ama gue. Loe sebenarnya cowok apa cewek sih?"
"Joee........." Angie memasang muka beteq sebeteq beteq na.
"Uda. Uda. Cepetan naek. Uda mau dimulai nih acara na."

Dengan kecepatan Joe yang mengemudi ala Initial D, dalam kurun waktu 20 menit, mereka sudah tiba di tempat acara dilangsungkan.
Dari lapangan parkir saja, sudah terlihat kemegahan dari acara perkawinan yang akan dilaksanakan sebentar lagi.
Tamu-tamu sudah berdatangan memenuhi garden party para mempelai.
Di tengah-tengah taman terdapat sebuah air mancur yang bertulisan nama mempelai laki-laki dan wanita.
Angie berjalan sambil menggandeng lengan Joe memasuki perkarangan taman.
Tampak kedua penyambut tamu yang berbalut gaun hijau muda dengan bando yang terbuat dari daun menyambut mereka berdua.
Dengan santai sambil bercanda, mereka berdua mencari tempat duduk yang nyaman, dan tidak berapa lama kemudian, terdengar suara sang pembawa acara yang mempersilahkan sang mempelai wanita memasuki taman.
Bella terlihat sangat sangat cantik dengan gaun pengantinnya yang berpotongan rendah serta cagar mini yang menutupi rambutnya yang tergerai panjang nan indah. Setidaknya itulah pendapat Angie dalam hati. Diam-diam dia mengagumi Bella yang sedang berjalan lambat ditemani papanya menuju ke altar perkawinan.
Di depan altar, Edward telah menunggu dengan senyumannya yang khas.
Upacara perkawinan berlangsung dengan tenang dan khidmat. Dengan lancarnya, kedua mempelai tersebut mengucapkan janji setia mereka sebagai sepasang suami istri yang akan menempuh hidup baru.
Dan disaat Edward menjawab, "I do", Angie dan Joe bertepuk tangan dengan kerasnya yang kemudian diikuti para undangan yang lain.
Joe melanjutkan, "Kiss the bride." dengan lantangnya disusul dengan siulan nakal
Edward dan Bella masih terlihat malu-malu saat diminta untuk berciuman, tapi beberapa detik kemudian, mereka berciuman dan Joe bersiul dengan lebih keras lagi diiringi suara background tepuk tangan riuh dari para penonton.

"Terima kasih ya, sudah datang hari ini. Gue tahu kalian berdua ini orang yang super sibuk." seru Edward
"Loe itu sahabat kami berdua. Masa kami ga mau menghadiri pernikahan loe." timpal Joe
Lalu mereka bertiga tertawa bersama dan beberapa kali mereka membicarakan kejadian-kejadian konyol semasa masa SMA mereka.
Beberapa saat kemudian, Joe permisi untuk menyapa teman-teman yang lain. Kini tinggal Edward dan Angie berdua disana.
"Gue ga pernah nyangka bakalan menikah dengan Bella. Semua ini berkat loe. Thanks ya, Gie."
"Apaan sih?"
"Ya, loe tau kan. Dari dulu gue ini cuma suka loe seorang aja. Ga pernah ada cewek lain di hati gue. Gue menunggu loe dengan tidak pastinya dan berharap suatu saat nanti loe bisa berdiri di samping gue dan dengan bangganya kuteriakkan pada dunia bahwa loe ini pacar gue. Sayang, harapan gue itu tidak pernah kesampaian, tapi gue uda merasa cukup puas saat tahu loe pernah punya perasaan ke gue. Setidaknya penantian gue yang bertahun-tahun itu tidak sia-sia. Gue mendapat jawaban atas doa gue. Gue pernah ada di hatimu dan itu benar-benar uda lebih dari cukup. Gie, terima kasih sudah menjadi bagian terpenting dalam hidup gue. Loe cinta pertama gue dan jujur aja,selama gue dengan Bella, kadang gue masih bisa mengingatmu, tapi loe selalu menyemangati gue untuk tidak pernah melukai Bella karna dia seorang gadis yang sangat baik dan mencintai gue apa adanya. Terima kasih sudah memberikan hadiah yang begitu berharga ke gue. Untuk seterusnya, gue akan menjaga Bella seumur hidupku. Dan untuk selamanya loe akan tetap jadi bagian dari hati gue."
Angie hanya tersenyum dengan kecut dan mengangguk-angguk kepalanya, sebagai tanda dia speechless setelah mendengar semua perkataan Edward yang begitu mengena di hatinya.
"Lagi bicaraan apaan?? Jangan-jangan cinta lama bersemi kembali ya, Ed?" goda Joe yang baru datang sambil memegang dua gelas minuman yang segelasnya lagi diberikan kepada Angie.
"Apaan sih?" Angie meninju bahu Joe dengan ringan
Joe hanya tersenyum sambil meneguk minumannya.
"Jadi, kalian berdua ini rencananya mau jomblo sampe kapan? Kalian ini uda 27 tahun. Sudah saatnya memikirkan untuk berkeluarga." Edward memasukkan kedua tangannya ke dalam kantongnya
"Gue masi pengen jomblo. Slama ini belum ketemu cewek yang bisa ngertiin gue. Baru jalan ga ampe 3 bulan uda putus. Dan ampe hari ini label 'Playboy' masih melekat erat di pandangan orang tentang gue." jawab Joe dengan entengnya
"Sama. Gue belum nemuin bule yang gue idamkan. Loe berdua tahu kan. Gue pengen banget kawin ama bule, atau setidaknya orang Korea juga boleh."
"Jangan ngarep dee. Muka pas-pas an begini masih milih lagi. Pengen bule lah. Korea lah. Gue aja ga mau sama loe, apalagi mereka." canda Joe
"Sialan loe." Angie menjotos lengan Joe dengan setengah kekuatannya sehingga cowok itu meringgis kesakitan

Acara perkawinan Edward dan Bella berakhir pada sore hari. Sebelum Angie dan Joe pulang, mereka mengucapkan selamat menempuh hidup baru sekali lagi kepada sahabat mereka yang akan menempuh hidup baru.
Jarak antara tempat acara dan lapangan parkir cukup jauh dan memerlukan waktu sekitar 5-8 menit. Joe berjalan duluan dan Angie menyusul dari belakang. Angie menatap keatas langit senja yang menhasilkan perpaduan warna antara jingga, kuning dan merah dengan sempurna.
Dia mengingat kembali kejadian 7 tahun yang lalu.

Masih segar di ingatannya, disaat Joe mengatakan padanya bahwa Edward menyukainya. Joe selalu menyuruhnya untuk mempertimbangkan perasaan Edward kepadanya, tapi Angie selalu menolak dan menjawab, "Dia tidak akan pernah menyukai Edward."
Dan setahun kemudian, Edward belajar keluar negeri, disana dia berkenalan dengan Bella. Kedekatan Edward dan Bella yang semakin lama semakin dekat membuat Angie sempat cemburu. Rasa cemburu itu timbul bukan karena Angie menyukai Edward, tapi semua itu semata-mata karna Angie tidak pernah suka orang yang berada disekitarnya meninggalkan dia.
Berkali-kali Joe berpacaran dengan cewek lain dan kemudian putus. Berkali-kali juga Angie merasa kehilangan Joe hingga akhirnya dia merasa kebal terhadap rasa kehilangannya pada Joe. Dia selalu merasa Joe akan tetap kembali ke sisinya, tapi hal ini tentu saja beda dengan situasi Edward.
Selama ini Edward tidak pernah meninggalkannya, baik disaat Angie menyukai orang lain maupun menolak keberadaannya. Dan dia yakin jika Edward melepaskannya, dia tidak akan pernah kembali lagi seperti Joe.
Rasa keegoisan Angie membuatnya salah menerjemahkan perasaannya kepada Edward, dia mengira dia menyukai Edward. Sehingga dia membuat pernyataan bahwa dia pernah menyukai Edward dan dia merasa sangat sedih dan kehilangan akan diri Edward.
Tetapi selang dua hari kemudian, Angie bahkan tidak merasakan rasa sedih ataupun kehilangan itu lagi. Dia mulai merasa nyaman dengan keberadaan Edward dan Bella yang sudah menuju tahap yang lebih jauh.
Dia berpikir keras dan menyadari bahwa rasa sedihnya akan kehilangan Edward bukan karna dia menyukai Edward. Rasa suka itu pernah menghampirinya di saat pertama kali dia bekenalan dengan Edward, tapi bukan rasa suka sebagaimana mestinya perasaan suka seorang wanita ke laki-laki, tapi perasaan suka terhadap sesama teman.
Dari pertama kali hingga sekarang, Angie tidak pernah menyukainya lebih dari perasaan suka seorang teman yang selalu menemaninya disaat dia sedih dan mendapat masalah.
Dan kebohongan inilah yang dia simpan selama 7 tahun ini tanpa diketahui siapapun, tidak oleh sahabat dekatnya, Joe maupun Edward.
Dia selalu merasa bersalah setiap kali Edward mengatakan betapa bahagianya dia bahwa Angie, wanita yang dicintainya, pernah memiliki perasaan terhadapnya. Angie tidak sanggup merenggut kebahagian itu dari Edward.
Sudah terlalu banyak yang dikorbankan Edward untuknya selama ini dan jika satu kebohongan itu bisa membahagiakan Edward, dia rela untuk menjadikan kebohongan itu menjadi kenyataan di depan mata Edward.

Joe melambaikan tangannya menyuruh Angie berjalan lebih cepat. Angie tersenyum lebar dan berlari kearah Joe. Dirangkulnya lengan Joe dengan erat seraya menghirup udara sore yang segar.
"Lambat amet?? Gue uda pengen cepat-cepat pulang. Kerjaan gue masih banyak, ga kayak loe yang bisa molor sampai siang."
Angie tidak menjawab dan hanya cengegesan di depan Joe.
Dalam hati dia berkata, "
Sebenarnya sejak SMA sampai detik ini, orang yang tidak sanggup kuhapuskan dari hatiku adalah kamu, Joe. Aku menyukai kamu dari dulu hingga sekarang. Hanya saja kamu tidak pernah menyadarinya. Disaat aku mempunyai masalah, orang pertama yang kuingat adalah kamu. Disaat kamu mendapat masalah, aku jugalah orang pertama yang kuatir dan menanyakan keadaanmu. Aku pernah berniat mengungkapkan perasaan ini padamu, tapi aku takut hubungan kita yang baru akan menghancurkan persahabatan kita ini. Aku takut jika kamu pergi lagi, kamu tidak akan pernah kembali lagi kesisiku. Aku takut tidak akan bisa terus bermanjaan lagi denganmu. Aku takut kamu tidak akan pernah bercerita tentang pacar-pacar barumu lagi. Aku takut kita tidak bisa sedekat ini lagi. Untuk itulah aku bersedia untuk menciptakan satu kebohongan lagi tentang aku hanya menyukaimu sebatas teman. Aku lebih memilih persahabatan yang abadi ini daripada harus kehilangan dirimu. Karena aku sudah memahami arti cinta sebenarnya. Cinta tidak harus saling memiliki. Cinta tidak harus saling mengetahui. Semua sudah cukup jika cinta bisa hidup dihati dan tidak akan pernah mati."

P.S : Makasih banget buat ketiga tokoh dalam cerita gue kali ini yang secara tidak sengaja gue pertemukan dalam cerita gue ini. Cerita ini murni dari inspirasi dan imajinasi gue yang super duper tinggi.hohohoho... Happy reading.

Sunday, August 16, 2009

Strangers

Each day, everybody has his/her own routine.
Some of them go to school.
Some of them go to college.
Some of them go to office.

Each day, everybody has his/her own way to reach that place.
Some of them take bus.
Some of them take taxi.
Some of them take car.

Each day, everybody will meet different people.
Some of them meet their old friends.
Some of them meet their ex-girlfriend/boyfriend.
Some of them meet stangers.

We never know the strangers that we meet/pass everyday,
Maybe in the bus.
Maybe in the street.
Maybe in the office.
Maybe in the school.
Someday will the person that we love the most and afraid to losing her/him.

Wednesday, July 22, 2009

Rhythm of the Rain

Can u hear it??
Tik...tik...tik....
The rhythm of the rain is begin.
Starts by a slow movement
Then become faster and faster.....
The rain is keep singing.....
Wishes that everybody will be stop
and just listening to its rhythm.
Hopes that it will sweap away all the sadness....

Sunday, May 10, 2009

Love in Voice

This story is about how to protect the person that u love the most,
even though, u're not by his/ her side anymore.
U'll find a way to protect her.
No matter what, how & when.

Do you believe that there's a person that has the same voice with us??
from 10 people, maybe just 2-3 people believe it.
So do I.
I don't believe it, until someday.

***
On that day, I was having an accident and hurt my leg.
I was talking with my friend through my mobile phone and suddenly,
there was a guy go approach me.
Then he was said that "Can we speak for a while??"
I was shock at the moment then I said," Fine"
We sat together then he start asked me,
"Do u realize that we're having the same voice??"
"Do we??" I answer with asking back
"Yeah.  So, instead of we're having the same voice, could u please do me a favor??  Please??"
I was silent and didn't know have to answer Yes or No.
Then he continued,
"If u're willing to help me.  I will tell u all about my life story.  The doctor said that my change to live only 3 months left.  I can't left my mother in this way.  She can't hold this all.  I'm dreadful her.  So, I really need ur help."
I neither answered Yes nor No, but that guy keep told me his life story.

He was asking me to phone his mother each year in the day he was passed away, just to told his mother that he's doing good in there and to give his mother a bravery to continue her life even though he was not by her side anymore.
1 year passed away.
I'm fill by confusion.
Now, I'm standing next to the public telephone.
I keep pick up and put back the receiver.
Can I do this??
Can I phone and talk to someone's mother and tell her a lie??
I'm fighting with myself for minutes.
Then, I pick up the receiver and dial the phone number.
An old woman picked up the phone, and I start.
"Mom, this is me."
"My son. How are you this last 1 year??  Are u fine??  Are u having enough money??  Can u sleep well at night??"
"MOm.  I'm fine. Don't worry bout me."
"Sometimes, I just want to accompany u in there."
"Don't say something like that Mom.  I'm really fine here.  Even now, I have a girlfriend.  She's a nice and a good girl.  I'm really happy.  U have to live this life with happy, k??"
That old woman keep crying and crying without say anything.  She just nodding her head.
"I have to go now.  Take care of yourself,k??  I'll call u later."
Till the end of the phone, that old woman keep crying coz of her longing to her son.

***
What did I said to that old woman is true.
I'm happy with my life and I'm having a nice and good girlfriend.
The most important is I Love Her.
Tonight, our anniversary.
She give me a hand-made sweater and she tell me to wear it.
Wanna know what I give her??
I give her a light hilt.  Hers is pink and mine is blue.
She like to play fighting with me using that light hilt like a historical Chinnese movie.
Funny??  Yeap, I think so.
But, I'm really in love with her.

We're knowing each other accidentally in a lift.
That day, I was going back from hospital after accident to my apartment.
I met her for the first time in the lift at my apartment.
Suddenly, the lift was out of order and she kept screaming.
I told her to calm down coz this kind of things often happen in my life and it was the third or fourth time this week.
Then she asked," Is that true??"
"Yea.  Because I'm thinking to repair the out-of-order lift by myself, I got fired from my office and now I'm a part time lift technician.  It's help u a lot if u can repair this kind of thing by urself."
"So why don't u repair it now??"
"Don't u see my leg's condition??  How can I repair it now??"
"So, what should we do??"
"Just what.  I'm sure that people will help us as soon as possible.  Just calm down."
"Ooohhh.."
"I'm Derick.  I'm also playing music in one of the pub.  If u have time, please come and visit me."
"But, u said that u're a lift technician, are u??"
"Yea, both of them."
She was silent for a moment then she continued,
"I'm Shinie."

U know what at that time, I was lied to her about my job as a part-time lift technician.  
I just want to comfort her and make her calm.
But, now she said that at that time, just by hearing my voice, she'll feel calm.

Today, I'm going to see doctor.  She will acompanny me to the hospital as well.
I'm getting a headache this recently week and I don't know that's going on.
She always support me and tell me that everything will be fine.
But, somehow, I just know, nothing gonna be alright.
And my feeling was right.
I'm not okay.  I'm having stadium-4 cancer and I need to do the operation to me as soon.
She's so angry to the doctor that saying the change for me to live is less than 30%.
But, I'm going to take the risk.  I want to be operated soon.

At apartment, as usual.
She will cook the lunch for me.  And u know what the lunch is??
Rice & 20 eggs.  It's her favorite menu.
And today, she's cooking instead of crying and wreaking out her emotion.
Then we sit down together to having our lunch, but she's keep crying.
She doesn't understand, why I can be calm as now, when I know that w can't live any longer.
She clean out the lunch, even though I'm not finish my lunch then she run out.
I know what she feel right now and I just want to give her some times.
I walk to my room, then I record an asking.

"To whoever out there, has the same voice with my voice, please sent me an email with ur voice sample.  I need to ask u to do me a favor.  If u don't mind, then I will tell u a story.  A story where this all begin.  I know that my life is not longer anymore and I'm not sure that I can pass the operation tomorrow.  If I can't pass tomorrow operation, please called my girlfriend every year after I passed away."

I just want to tell her in the first year, " I know u want to cry.  Don't mind, just cry out loud, but u have remember to eat, okay??  Because If u don't eat, u won't have power to cry."
In the second year, tell her,"A guy who willing to eat 20 eggs at once is a guy who really love u."
In the third year, u have said that, " Ur hand-made sweater is bigger not and the left and right hand not in the same size again."
In fourth year, "There's no people who got ability like a historical Chinnese movie.  U can't fight with people by using a light hilt."
In the five year, please tell her," I'm happy in here.  So, u have to live ur life in a happy way."
In the six year, tell her that, " I'll always love you and I know you do love me, too.  But, if u meet a guy who really love you, u should be with him, and I'm praying for u & him in here."

The day, I do my operation, she's accompany me.
She keep waving her hand to me as she know that I wouldn't be back anymore.

***

1 year passed away.
Telephone is ringing.
A girl who sit in the corner of the apartment, pick the phone.
"I know u want to cry.  Don't mind, just cry out loud, but u have remember to eat, okay??  Because If u don't eat, u won't have power to cry."

***
Finished