Friday, July 30, 2010

Road to the Happy Ending




The road is not that long.
The one that make it long,
called "process".

It's funny.
Everyone is busy to create their happy ending,
but, they forget one thing.
The happy is not always in the end.
It's in the process.
On your way how to reach the end.
So, mostly, at the end, even they have their "ending happy" version, 
still, something is not right.
Why?
Coz you've missed the "Happy" timeline.



Wednesday, July 21, 2010

Cerita dalam Cerita


Setiap gambar menyimpan sebuah cerita
Ada yang terlalu berharga
hingga sulit untuk dilupakan
Ada juga yang terlalu pahit
dan sakit untuk dikenang

Aku tidak keberatan,
jika bagian cerita pahit melengkapi hidupku
Selama kamu berada di dalamnya
Aku bersedia menjadi bagian dari cerita itu.

Namun, jika kau berada dalam ceritaku
Kupastikan kamulah
tokoh utama paling bahagia



Tuesday, July 20, 2010

Lullaby



I wonder how many times I cross your mind
For me it happens all the time
Even you're with me or not
Your scent will be every breath that I take

As I see your smile
It reminds me of how much I love you
Afraid of losing you

Every moment that we share
Will be the precious gift that I ever had
Even when we're sitting side by side
Without any single word
I'll never get bored

It's as simple as
I'm willing to spend my lifetime with you
Only you.


P.S : Photo credit goes to Freddie. S. Samuel.  Check his FB and find out more photos that will amaze you!!http://www.facebook.com/album.php?aid=31771&id=1682570739

Friday, July 16, 2010

Memories



The encore of the flashback memories
Keep haunting me
As I'm the suspect
The one that killed and burnt that memories


Deep inside here, the little tiny heart
As it keep breathing
None of the memories will fade away
I just let them sleep for a little while


The hope that I still hope of
Will that day come true??
To release one by one the memories of you
The seal has been broken long long time ago


: It's just the matter of time

Monday, July 12, 2010

Summer Romance


"Shawty´s like a melody in my head

That I can´t keep out

Got me singin´ like

Na na na na everyday"


Kadang, untaian kata yang tersusun rapi,
tidaklah cukup untuk menggambarkan 
rasa yang sedang berlabuh di hati.

"Remember the first time we met

You was at the mall wit yo friend

I was scared to approach you

But then you came closer
Hopin´ you would give me a chance"


Ada kalanya, aku ingin pengungkapan ini diwakili oleh
untaian nada yang indah.


Who would have ever knew

That we would ever be more than friends

We´re real worldwide breakin all the rules

She like a song played again and again"


Suara hati kukirimkan lewat angin
Nyanyian lagu untukmu seorang
Sudahkah kau mendengarnya?


"See you been all around the globe

Not once did you leave my mind

We talk on the phone from night til the morn
Girl you really change my life"

Pencarian cinta ingin kuakhiri sampai disini saja.
Karna aku telah menemukanmu.
Mungkin ini bukan moment yang romantis untukmu,
tapi aku merasa inilah saat yang tepat untuk berkata,

"We´re real worldwide breakin all the rules

Someday I wanna make you my wife

That girl like somethin off a poster

That girl is a dime they say
That girl is the gun to my holster
She´s runnin through my mind all day."


: Aku mengharapkan jawaban, "Yes, I do."


P.S : Photo credit goes to Freddie. S. Samuel.  Check his FB and find out more photos that will amaze you!!http://www.facebook.com/album.php?aid=18926&id=1682570739

Sunday, July 11, 2010

Jejak Langkah






Jangan berjalan di belakangku.
Tidak juga di sampingku.
Tapi.
Berjalanlah di depanku.
Karna aku ingin melihatmu setiap saat.
Saat kau tersenyum, terjatuh ataupun tersesat.

Jangan khawatir akan keberadaanku.
Karna setiap kali kau menolehkan kepalamu ke belakang.
Aku akan selalu ada disana bersamamu.

Setiap langkah yang kau tinggalkan,
akan kuiikuti dengan setia.
Seandainya, suatu saat nanti,
jika kubuka mata ini dan tidak melihatmu.
Aku tahu kemana mencarimu.

Jejak langkah yang kau tinggalkan.
Akan selalu membawaku kemana kau berada.



P.S : The photograph credit goes to Freddie S. Samuel ==>http://www.facebook.com/photo.php?pid=356765&id=1682570739#!/album.php?aid=18926&id=1682570739

Saturday, July 10, 2010

And the Story Keep Going....




Saat itu, langit berawan tapi tidak hujan.
Angin bertiup lembut, membelai dan menyapa.
Kau menatapku dan tertawa lebar.
Bahagia, aku bisa merasakannya, seperti dirimu.

Sejenak, aku tertegun.
Betapa sempurnanya semua ini.
Cerita tentang kau dan aku.
Dua hati melebur menjadi satu,
bercerita tentang cinta yang tidak akan pernah berakhir.





P.S : The photograph credit goes to Freddie S. Samuel ==>http://www.facebook.com/photo.php?pid=356765&id=1682570739#!/album.php?aid=18926&id=1682570739

Friday, July 9, 2010

Never Let Go




The new begin finally come.
Another chapter of story to be written down.
It's neither bout you nor me.
It's about us.

The path that I used to walked alone
has be changed now.
Coz, I got u by my side now.
The warm of your hand will entirely be the sunlight in my life.

Promise me, you'll never let go my hand,
just like I did.





P.S : the photograph credits goes to Freddie S. Samuel ==>http://www.facebook.com/photos.php?id=1682570739#!/album.php?aid=18926&id=1682570739

Thursday, July 8, 2010

Selamat Ulang Tahun


Setiap menit. 
Bukan.  Seharusnya setiap detik.  Sasha selalu memalingkan kepalanya ke arah pintu, baik ada orang yang berjalan masuk ataupun tidak.  Dan dalam setiap detik itu, ketika matanya tidak dapat menemukan orang yang sedang ditunggunya, rasa kecewa kembali terpancar dari kedua bola matanya yang bening.  Namun, rasa itu tidak dapat dia tunjukkan pada teman-teman yang sedang mengelilinginya.

Mereka tertawa dengan bahagianya.  Saling bertukar cerita tentang pacar masing-masing.  Kegiatan yang sedang mereka lakukan belakangan ini hingga beberapa gossip tidak penting tentang orang lain.  Beberapa kali Sasha memperlihatkan tawa palsunya.  Tawa yang sudah dilatihnya beberapa bulan belakangan ini.

“Bagaimana dengan tunanganmu, Sha?” Denisa, salah seorang teman SMA Sasha bertanya.

“Kami belum bertunangan.” Jawaban itu dilontarkan Sasha dengan gerakan mata kembali memperhatikan arah pintu masuk.

“Segera minta tunangan secepatnya.  Alex itu cowoknya baik, royal, tajir lagi.  Jika tidak segera diikat, ntal kamu yang menyesal.” kelompok teman Sasha kembali heboh dengan sendirinya.

 Setiap orang dari mereka tidak mau ketinggallan andil dalam memberikan Sasha ceramah pendek.  Dan setiap perkataan yang didengarnya, hanya disambutnya dengan seulas senyuman tipis.
Sasha bersyukur sekali, saat Alex menyelamatkannya dari perbincangan yang sama sekali tidak ingin didengarnya itu.  Tunangannya mengajak dia dan temannya yang lain untuk berpindah ke ruang tengah, dimana acara utama akan dilaksanakan disana.

Dalam waktu lima menit, pesta akan segera dimulai. Para tamu undangan sudah terlihat  meramaikan ruangan tengah sebuah café yang berada di sudut jalan, tempat pesta itu dilangsungkan.  Beberapa dari mereka terlihat lebih anggun dari pada penampilan keseharian mereka.  Ada yang sengaja menata rambutnya di salon, ada juga yang membeli gaun baru.  Begitu juga para undangan pria.  Mereka tidak mau ketinggalan.  Penampilan mereka terlihat keren dengan kemeja ataupun kaos yang dilapisi jas di bagian luarnya.

Tiba-tiba, lampu dimatikan.  Beberapa teman-teman Sasha membawakan sebuah cake yang dihiasi lilin diatasnya dari arah dapur.  Dengan serentak, semua orang yang berada di ruangan tengah itu menyanyikan lagu ulang tahun.  Bahkan ada yang sengaja menyiapkan confetti untuk meramaikan suasana.

“Make a wish, Sha.” seru Alex yang sedang berdiri di sampingnya, membersihkan sisa confetti yang melekat di rambutnya.

Sasha menutup kedua matanya.  Tidak perlu waktu lama untuk memikirkan harapan apa yang ingin dimintanya.  Karena selama beberapa bulan belakangan ini, harapannya hanya satu.

Aku ingin bertemu dengannya.

Begitu harapan dipanjatkan, Sasha segera membuka kembali kedua matanya dan meniup lima buah lilin yang berada di depannya.  Riuh tepuk tangan menggema memenuhi ruangan seluruh bagian café.
Lalu, seperti biasanya.  Saat acara utama selesai dilaksanakan.  Perhatian para tamu undangan akan terfokus pada hidangan buffet yang disajikan di sebelah kanan ruangan.  Sasha tertawa ringan saat melihat Denisa mengisi piring yang dipegangnya hingga tidak menyisakan seinchi tempat kosong.

“Mau minum, Sha?  Biar kuambilkan.” tanya Alex dengan senyuman hangatnya.

“Baiklah” Sasha membalas senyuman itu, sementara tanpa sengaja pandangannya ditujukan pada arah pintu masuk.  Saat tidak melihat ada orang disana, dia kembali menundukkan kepalanya dan menghadap ke arah teman-temannya.

Pada saat itu juga, seseorang berjalan masuk.  Dalam keadaan basah karna hujan, seseorang itu melayangkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan.  Gerak-geriknya cukup jelas untuk mengatakan bahwa dia sedang mencari seseorang.

Pandangannya itu berhenti di satu titik.  Dimana Sasha sedang berdiri dan tertawa lepas dengan beberapa lelucon temannya.  Saat menyadari ada seseorang sedang memperhatikannya, Sasha memalingkan kepalanya dan matanya tertuju pada seseorang yang sedang berdiri tidak jauh dari arah pintu masuk.

Sasha tidak pernah menyangka bahwa harapannya akan dikabulkan secepat ini.  Dengan keadaan berada dalam posisi percaya dan tidak percaya, dia melangkahkan kakinya menuju arah seseorang itu.  Hanya dengan sentuhan, dia baru bisa membuktikan bahwa seseorang yang sedang berdiri disana nyata, bukan ilusi sesaatnya.

“Sha, ini minumanmu.” Alex menghentikannya langkahnya dengan rangkulan lembut di pinggang.

Saat seseorang itu melihat rangkulan yang diterima Sasha dari Alex, tanpa pikir panjang, seeorang itu berbalik dan meninggalkan pesta.  Kelihatannya dia sudah melakukan kesalahan besar dengan menginjakkan kakinya di pesta Sasha.

“Lex, seperti aku melihat temanku di luar sana. Kau tidak keberatan kan aku keluar sebentar?” dengan tergesa-gesa Sasha bertanya.  Dia takut seseorang itu akan kembali menghilang seperti kejadian di masa lalu.

“Tentu saja tidak.  Kau bisa mengajaknya bergabung dengan kita disini.”

“Baiklah.” tanpa bicara panjang lebar, Sasha menyerahkan kembali gelas minuman yang baru saja diterimanya dari Alex.

Dia segera berlari keluar dari café dan mencari seseorang itu.  Perlahan, seluruh bagian tubuhnya basah akibat hujan yang sedang turun.  Sambil menyeka air hujan dari wajahnya, Sasha berdiri seperti orang kebingungan.  Karna, tidak ada seorang pun yang terlihat di sepanjang jalan.

Seketika itu juga, badannya lemas dan air mata yang sedang ditahannya sedari tadi mengalir keluar, berbaur dengan air hujan.  Dengan langkah gontai, dia menghela nafas panjang dan berjalan kembali menuju café.

Saat tangan kirinya meraih gagang pintu masuk café, Sasha merasakan seseorang menarik pergelangan tangan kanannya dan memutar tubuhnya hingga seratus delapan puluh derajat.
Dalam sekali putaran itu, kini Sasha berdiri berhadapan dengan seseorang yang sangat ingin ditemuinya.  Matanya tidak berkedip sedetik pun. 

“Kau terlihat bahagia.” seseorang itu memulai, “Sebenarnya, aku hanya ingin melihatmu dari jauh, mencari tahu bagaimana keadaanmu lalu pergi.  Tapi, aku tidak sanggup.  Lalu aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku hanya akan masuk kedalam café itu melihatmu untuk yang terakhir kalinya dan pergi seakan aku tidak pernah ada disana.  Dan saat aku melihatnya merangkulmu.  Aku merasa aku orang paling bodoh sedunia.  Mengkhawatirkanmu terlalu berlebihan padahal sebenarnya itu tidak perlu.”

“Cent, aku….” Sasha berniat untuk menjelaskan keadaan bahwa dia sama sekali tidak bahagia.  Karna kebahagiaannya hanya satu yaitu bersama dengan orang yang sedang berdiri di hadapannya, Vincent.

“Bisakah kau membiarkanku menyelesaikannya?’ Vincent memohon, “Dulu, aku pernah berjanji padamu bahwa aku akan mengajakmu berdansa saat ulang tahunmu.  Jadi..” Vincent menjulurkan tangan kirinya, “bersediakah kau berdansa denganku?”

Sasha hanya mampu mengangguk.  Dengan perlahan, dia bisa merasakan tangan Vincet yang merangkul pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka berdua.  Lalu, dengan ritme rintikan hujan, mereka berdansa seakan mereka sedang berada di sebuah ballroom dansa yang besar dengan lampu yang hanya disorotkan pada mereka berdua.

“Selamat ulang tahun, Sha.  Aku doakan kau bahagia untuk selamanya.”

Kali ini, Sasha memberanikan dirinya untuk mengutarakan isi hatinya, “Kata bahagia itu tidak akan pernah ada untukku jika kau tidak berada di sampingku.  Kau tahu dengan pasti bahwa saat kau melihatku tertawa lebar disana bukan karna aku bahagia.  Kau juga tahu dengan pasti saat Alex merangkulku, bukan tangan dia yang aku harapkan.  Kau tahu semuanya dengan pasti.”

Vincent mempererat rangkulannya dan berhenti menggerakkan kakinya ke depan dan ke belakang, “Hanya satu hal yang aku tahu dengan pasti.  Kita tidak mungkin bisa bersama.  Berbahagialah demi aku.  Karna di saat kau merasa bahagia, dia saat itu juga aku akan merasakan hal yang sama.”

Tidak ada kata yang mampu Sasha ucapkan lagi.  Keputusan telah diambil dan tidak ada yang dapat mengubahnya.  Dia mempererat pelukannya pada Vincent.  Karna mungkin ini terakhir kalinya mereka bertemu.


Monday, July 5, 2010

Waktu, Hidup, Takdir.




Tik. Tik. Tik.
Jam dinding berdetak.
Jarum panjang berkejaran dengan jarum pendek,
berharap suatu saat nanti mereka akan berhenti di satu tempat yang sama,
untuk selamanya.


Bodoh.
Bukankah begitu?
Bagaimana mana mungkin mereka akan bersama,
sementara takdir yang diciptakan untuk mereka
akan selalu membuat mereka berdekatan,
tapi tidak bersama.


Menyesal.
Tidak ada gunanya.
Tidak ada yang bisa melawan takdir.
Jika takdir sudah memutuskan,
yang menjadi korban cuma bisa menerima dengan pasrah.


Bukankah begitu, kawan?
Inilah yang dinamakan Hidup, bukan?
Hidup dibawah naungan takdir.

Friday, July 2, 2010

Pada Satu Cerita

Perasaan itu begitu nyata.  Rasanya begitu hangat dan nyaman.  Seperti sebuah selimut besar yang melindungiku dari segalanya.  Membuatku tidak takut pada apapun di dunia ini.   Membuatku ingin menyerahkan segala yang kupunya hanya untuk perasaan ini.

Apakah ini pertanda aku telah jatuh cinta?  Benarkah?

Tapi.  Mungkinkah aku jatuh cinta pada seseorang yang tidak sempurna sepertimu?  Seseorang yang hanya hidup dalam dunianya sendiri.  Lucunya, kau bahkan tidak mengerti apa artinya cinta. 
Pantaskah cinta ini kuperjuangkan?  Aku bimbang.




Lena kembali menghela nafas untuk kesekian kalinya.  Dia menundukkan kepalanya.  Mencari kesibukkan untuk mengusir datangnya rasa bosan.  Sesekali dia menggesekkan kedua telapak tangannya, lalu menggosokkannya pada kedua belah pipinya yang memerah karna dinginnya udara.


Sudah hampir 20 menit lamanya dia menunggu di halte, tapi bus tujuannya belum juga datang.  Memang harus diakuinya.  Jam lembur yang biasa membuatnya harus pulang diatas jam 10 malam, berakhir lebih cepat hari ini.   Alasannya sederhana, atasannya sedang bersukacita atas kelahiran putra pertamanya.


Awalnya ini merupakan berita yang menyenangkan.  Tapi, begitu Lena teringat akan bus jurusan rumahnya yang akan tiba dalam waktu satu jam lagi.  Semuanya terasa tidak menyenangkan lagi.  Tetap saja dia baru bisa sampai di rumah diatas jam 10 malam.


“Tidak ada bedanya.  Hari ini aku tetap pulang malam.” Bisiknya pada diri sendiri sembari dengan pasrah menghempaskan tubuhnya ke belakang.  Bersandar pada papan reklame yang dipenuhi poster musisi terkenal. 


Baru saja, dia hendak memejamkan matanya, satu guncangan ringan menghiasi bangku tempat duduknya.  Dia kembali membuka mata dan menolehkan kepalanya.  Kini, dia tidak sendirian lagi menunggu bus di halte.


Ada seorang lelaki berkacamata duduk di sampingnya.  Dia memakai hoodie putih dipadukan dengan jeans panjang.  Kedua tangannya sibuk menekan tombol  PSP yang terdapat di pangkuannya.  Sementara sebuah headphone besar menutupi kedua telinganya.   


Samar-samar, telinga Lena menangkap jenis musik yang sedang didengar lelaki di sampingnya.  “Suka lagu Linkin Park juga dia.” gumam Lena tanpa sadar , kepalanya masih berada dalam posisi yang sama, menoleh ke arah lelaki tersebut.


Dia berharap setidaknya lelaki itu akan membalas tatapannya dan mengajak berbicara untuk mengusir rasa bosan selama menunggu bus.  Sayang, lelaki itu seperti sedang tersedot ke dalam dunia game yang sedang dimainkannya.  Jari-jari tangannya tidak berhenti sedetik pun dari tombol berbentuk bulat itu.


Dengan sedikit sikap jahil, Lena mengetuk sebelah headphone milik lelaki tersebut dengan salah satu jarinya.  Berharap bahwa dengan cara begini, lelaki itu akan berbicara dengannya.  Selang beberapa detik, lelaki itu menolehkan kepalanya ke arah Lena.


“Siapa namamu?” tanpa sungkan, Lena menggeser headphone lelaki itu ke belakang hingga tergantung manis di lehernya.


Lelaki itu tidak menjawab, sebaliknya dia mengambil sesuatu yang terkalung di lehernya.  Sebuah tag nama, yang berisi identitas lengkap lelaki tersebut.  Dimulai dari nama, alamat hingga umur.  Dengan heran, Lena mengembalikan tag nama tersebut kepada lelaki tersebut.



“Namamu Rico?” tanya Lena dengan wajah keheranan yang tidak berhasil dia sembunyikan.  Jelas, ada sesuatu yang sedang mengganggu pikirannya setelah membaca beberapa informasi dari tag nama tersebut.  Sesuatu cukup membuatnya kehilangan kata-kata untuk diucapkan kemudian.

Lelaki tidak menjawab.  Dengan santai dia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Lena. 

***

“Halo Rico. ” Sapa Lena yang baru saja menginjakkan kakinya di halte bus. 


Lelaki yang dipanggil itu melambaikan tangannya dengan girang.  Senyuman lebar jelas tergambar di wajahnya.  Sejak pertemuan pertamanya dengan Lena beberapa minggu yang lalu.  Hampir setiap hari dia menunggu gadis berambut sebahu itu di halte bus untuk pulang bersama.



Kadang, Lena membelikan segelas susu coklat hangat ataupun es krim saat cuaca tidak begitu dingin.  Begitu juga sebaliknya dengan Rico.  Beberapa hadiah kecil sering dia berikan kepada wanita yang pipinya selalu memerah saat cuaca terlalu dingin.



“Bagaimana kelasmu hari ini?” tanya Lena sambil mendudukkan dirinya di samping Rico sembari mengintip apa yang sedang dilakukannya.


Seperti biasanya, Rico tidak pernah langsung menjawab.   Dia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.  Sebuah bunga kertas yang terbuat dari origami.  Kegiatan kerajinan tangan seperti ini selalu diajarkan setiap hari Rabu di dalam kelas.  Kadang dia diajarkan membuat bola, kupu-kupu, kamera dan kerajinan tangan lainnya

“Untukku?” dengan gembira, Lena mengambil bunga kertas itu dari tangan Rico, memandangnya sebentar kemudian memegang wajah lelaki yang sedang menundukkan kepala itu dengan lembut, “Terima kasih.” katanya kemudian.

Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya.  Namun, garis wajahnya memancarkan dengan jelas bahwa dia sedang tersipu malu.  Baru kali ini ada seorang wanita yang berani memegang wajahnya, selain ibunya.  Dan sentuhan dalam hitungan detik itu mampu membuat hatinya berdetak dengan kencang.  Sekencang saat dia sedang berlari mengejar bus saat terlambat.   Begitu juga rasa hangat yang menjalari seluruh badannya.  
Rasanya  berbeda dengan rasa hangat yang dia dapatkan dari sentuhan ibunya.

“Apakah kau akan bercerita padaku hari ini?” dengan lembut Lena bertanya, sebelah tangannya memasukkan rambut di samping telinga kirinya.

“Ayolah” dia kembali bersuara sambil mengguncang ringan lengan Rico, “Kau tidak pernah bercerita apapun padaku selama ini.”


Namun, reaksi yang Rico tunjukkan hanyalah kembali memusatkan dirinya pada game yang sedang dimainkannya selama menunggu Lena.  Tidak sepatah katakana dia keluarkan.  Dan Lena mengerti, jika Rico sudah kembali bermain game, itu tandanya dia tidak mau diganggu.  Tidak akan ada pembicaraan lebih lanjut.  Titik.

“Selalu seperti ini.” Gerutu Lena sambil menendang kaleng bekas yang berada di depannya.





Dari pertama kali Lena mengenal Rico, lebih tepatnya sejak saat dia melihat tag nama lelaki itu.  Dia sudah mengetahui bahwa Rico tidak sama dengan kebanyakkan orang.  Ada kekurangan dalam dirinya, yang membuatnya lebih suka menghabiskan waktunya dengan dunianya sendiri. 

Dia juga sangat jarang berbicara.  Selama mengenalnya, Lena hanya pernah mendengar lelaki itu mengucapkan “Terima Kasih” dan “Sampai Jumpa”.  Seakan hanya dua kalimat itu yang dipelajari lelaki itu selama 25 tahun ini.

Di samping itu, dia juga tidak tahu bagaimana mengikat tali sepatu, sehingga setiap kali jika tali sepatunya terlepas, Lena harus membantunya untuk mengikat.  Sudah berulang kali Lena mengajarnya untuk mengikat tali sepatu sendiri, tapi tidak pernah berhasil sekalipun.  Akhirnya Lena menyerah duluan.

Bahkan dia tidak tahu nama jalan rumahnya dan namanya sendiri.  Hingga setiap kali orang bertanya, dia hanya akan menunjukkan tag nama yang dibuat guru di sekolahnya.  Seperti yang dia lakukan pada Lena dulu.  Satu-satunya yang dia tahu hanyalah bagaimana caranya dari rumah mencapai sekolah dan dari sekolah kembali ke rumahnya.

Dengan semua kekurangan yang dimiliki Rico, tidak pernah sekalipun Lena meremehkannya atau menganggap rendah dirinya.  Dia merasa seseorang seperti Rico harus lebih dibimbing dan diperhatikan secara khusus.  Dan selama ini, dia membagi perhatian dan kasih sayangnya kepada Rico.  Hingga tanpa dia sadari, perhatian dan kasih sayang itu kini sudah berubah rasa menjadi perasaan yang disebut cinta.

“Rico.” Panggil Lena lembut, sementara dengan perlahan dia menyandarkan kepalanya pada bahu lelaki tersebut, “Seandainya kamu bisa mengerti perasaan yang sedang kurasakan ini.” Bisiknya memejamkan mata.

Lelaki itu menghentikan permainan game-nya.  Dia memandang Lena sejenak.  Lalu, dengan lembut diusapkan telapak tangannya pada kepala Lena.   Seperti yang sering dilakukan ibunya untuk membuatnya tertidur.  Lalu dari bibir yang jarang terbuka itu, sebuah nyanyian pengantar tidur yang sering dinyanyikan ibunya, dia nyanyikan dengan sepenuh hati.

Sedetik kemudian, Lena merangkulkan kedua tangannya pada lengan Rico.  Sambil mempererat gandengan tangannya pada lengan Rico, dia tersenyum geli bercampur bahagia.

“Terima kasih” bisiknya pelan, sebelum akhirnya dia terlelap dalam tidurnya.