Thursday, August 19, 2010

Cerita Pada Waktu Hujan - Bagian Kedua (Final)



Sudah hampir setengah jam Selva menunggu sendirian di halte bus.  Hujan yang turun pun tidak lagi memperdulikan dirinya.  Bahkan angin malam menghembuskan dinginnya dengan kejam.  Sesekali Selva menggosokkan sebelah tangannya yang masih bebas ke arah lengan yang lain.  Sementara tangan yang lain memegang payung dengan erat supaya tidak terbang terbawa angin.


Lalu, dikeluarkan ponsel dari dalam saku celana panjangnnya.  Berkali-kali dia menelepon Andre, tapi tidak sekalipun lelaki itu menjawab.  Dan setiap kali Selva mendengar rekaman untuk memintanya meninggalkan pesan, dia mematikan panggilan.


Kamu dimana, Dre?


Selva mendudukkan badannya diatas sebuah bangku panjang bewarna biru di halte bus tersebut.  Tidak ada tanda bahwa dia akan segera pulang ke rumah sebelum bertemu dengan Andre.  Payung bewarna biru muda yang dipegangnya sedari tadi diletakkan di sampingnya.  Kedua lututnya dilipat.  Dan kepalanya ditelengkupkan diantara kedua lututnya.


Sebenarnya Selva tidak ingin menangis.  Namun, ada sesuatu dari dalam dirinya yang mendorongnya untuk menangis.  Perlahan tangisan itu pun semakin keras dan semakin keras.  Dia tahu dia sedang terjerumus ke dalam sebuah lobang yang sangat besar. 


Semua orang ingin menolongnya, tapi tidak dengan dirinya sendiri.  Dirinya merasa lebih nyaman berada di dalam lobang besar nan gelap itu daripada menghadapi kenyataan yang sangat menyakitkan. 


Di ujung jalan seorang wanita berlari kecil dengan memegang sebuah payung.  Sekujur tubuh bagian belakangnya basah akibat percikan hujan sewaktu berlari.  Wanita itu memperlambat langkahnya saat menggapai halte bis. 


“Sel……Selva…..” panggil wanita itu sambil mengguncang badan adiknya.


Selva mendongakkan kepalanya keatas, melihat ke dalam kedua bola mata Dara.  Tidak ada sepatah kata pun yang dia ucapkan.  Melalui tatapan Selva pada dirinya, Dara bisa merasakan apa yang sedang dirasakan adiknya.  Rasa sakit yang teramat sangat akan kehilangan seseorang yang sangat dicintai.


Ada pemikiran kecil yang menghampiri pikirannya.  Apakah Selva sudah mengingat semuanya?  Apakah Selva sudah tahu bahwa Andre…..


“Bolehkah aku berhenti menemui Dokter Steve?” Selva bertanya secara tiba-tiba dengan semangat sambil menghapus air mata dari kedua pipinya.


Dara tersentak dengan pertanyaan mendadak itu.  Dia tidak mampu mencerna dengan baik maksud di balik pertanyaan itu.  Hingga akhirnya dia hanya berdiri dan terdiam untuk waktu yang cukup.


Melihat tidak ada tanggapan apapun dari kakaknya, Selva kembali melanjutkan, “Aku merasa semakin sering aku menemui Dokter Steve, maka bayangan Andre semakin menjauh dariku.  Mungkin Andre merasa cemburu karna aku sering bertemu dengan Dokter Steve.  Ya, pasti begitu.  Pasti dia sedang cemburu makanya dia tidak menelepon ataupun mencariku.  Dia…..”


Sedikit demi sedikit Dara mulai memahami inti dari perkataan Selva.  Dia mencoba memotong perkataan adiknya sebelum pembicaraan itu berubah menjadi pembicaraan yang tidak masuk akal.  Sudah saatnya untuk mengakhiri sandiwara ini.  Walaupun kenyataan yang akan dia katakan nantinya dapat menyakiti hati Selva.  Baginya lebih baik menyakitinya sekarang daripada membiarkan Selva menyakiti dirinya seumur hidup.


Harapan seorang kakak sangatlah sederhana.  Hanya ingin melihat adiknya tertawa setiap menit, bukan membiarkannya menangis setiap detik.


“Andre sudah mati.” Dengan segala kebulatan tekad dalam hati, Dara memberitahukan kebenaran yang disembunyikan oleh semua orang selama ini,” Dia sudah mati dua bulan yang lalu karna kecelakaan di jalan tol itu.  Kau ingin membohongi dirimu sendiri hingga berapa lama?” tanya Dara yang sudah tidak mampu mengendalikan emosinya, “Aku sudah tidak tahan lagi, Sel.  Kau tahu betapa sakitnya hatiku setiap kali aku melihatmu mencuri menangis setiap malam?  Berlagak seakan Andre masih hidup setiap harinya?  Bercerita tentang dirinya seakan dia masih bersama kita?  Dan setiap kali hujan, kau selalu membawakan payung dan menunggunya di halte bis hingga pagi.  Kenapa harus membohongi dirimu sendiri, padahal jauh di lubuk hatimu yang paling dalam kau tahu Andre sudah meninggal?”


Selva tercengang.  Dia tidak pernah menyangka bahwa kakaknya mampu mengeluarkan kata-kata seperti peluru yang menembus tepat di hulu hatinya.  Dia ingin menyangkal bahwa Andre sudah tiada.  Bahwa semuanya hanyalah kebohongan yang dikarang kakaknya.  Sayangnya, dia tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun.  Karna itulah kebenaran yang sedang ditutupi dirinya sendiri.


Selama ini dia mengarang kebenaran lain untuk menutup kebenaran sejati.  Bahwa Andre selamat dari kecelakan di jalan tol.  Nyawanya berhasil diselamatkan di rumah sakit, padahal kenyataannya Andre meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.


Dia juga selalu menciptakan keadaan dimana Andre masih bersamanya.  Setiap pagi meneleponnya untuk mengucapkan selamat pagi.  Setiap siang tidak pernah lupa mengingatkannya untuk makan siang.  Dan Setiap malam menyanyikan sebuah lagu yang mengantarkannya ke alam mimpi.


Semua itu dilakukan diri Selva hanya untuk mengelabui alam bawah sadarnya bahwa Andre sudah pergi untuk selamanya.  Dia tidak keberatan hidup dalam kebohongan ini seumur hidupnya asalkan Andre selalu bersamanya.


“Sadarlah, Sel.  Andre sudah tiada.  Kakak mohon sadarlah.” Dara mengguncang pelan bahu Selva hingga akhirnya dia memeluk erat diri adiknya yang sedang duduk seperti patung dengan tatapan kosong.


  “Kak…” Selva memanggil Dara dengan suara yang sangat pelan, “Aku rela kehilangan semua hal di dunia ini.  Tapi, aku tidak bisa dan tidak boleh kehilangan Andre.  Tidak boleh, Kak.”


Perlahan setetes demi setetes air mata Selva mengalir dari pelupuk matanya, “Aku rela hidup dalam kebohongan ini.  Sungguh.  Jadi kumohon jangan pernah membangunkanku.  Aku tidak akan sanggup hidup dengan perasaan sesakit ini.  Rasanya lebih baik aku mati daripada harus menghadapi kenyataan itu.”


Dara memperat pelukannya pada Selva.  Mungkin untuk saat ini Selva belum siap untuk keluar dari dunia khayalannya.  Tapi, dia yakin dengan segenap hatinya bahwa suatu saat nanti Selva akan meninggalkan dunia yang penuh dengan kepalsuan itu dan kembali pada dirinya dan dunia ini.


Hari itu akan segera tiba.           

0 comments:

Post a Comment